Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengakuan Tentara Rusia yang Menolak Bertempur: Saya Kira Kami Adalah yang Paling Hebat di Dunia

Pengakuan Tentara Rusia yang Menolak Bertempur: Saya Kira Kami Adalah yang Paling Hebat di Dunia Anggota layanan pasukan lintas udara Rusia duduk di pesawat angkut Ilyushin Il-76 sebelum keberangkatan mereka saat mereka mengambil bagian dalam latihan di bandar udara militer di pelabuhan Laut Azov di Taganrog, Rusia 22 April 2021. | Kredit Foto: Reuters/Stringer
Warta Ekonomi, London -

Sergey, bukan nama sebenarnya, menerima konsultasi hukum agar tidak dikerahkan lagi ke garis depan. Dia merupakan salah satu dari ratusan prajurit Rusia yang diketahui menerima konsultasi tersebut.

"Saya tidak ingin (kembali ke Ukraina) untuk membunuh dan dibunuh," kata Sergey yang bertempur selama lima pekan di Ukraina pada awal tahun ini.

Baca Juga: Ukraina Dapat Bantuan Roket Monster, Rusia: Amerika Sengaja Menyiramkan Bensin ke Api!

Sergey mengaku trauma dengan pengalamannya di Ukraina. "Saya mengira kami, militer Rusia, adalah yang paling hebat di dunia," ujarnya dengan pahit.

Kenyataan di lapangan jauh berbeda. Para prajurit Rusia dikerahkan tanpa peralatan mendasar, semisal perangkat untuk melihat di kegelapan, kata Sergey.

"Kami seperti kucing buta. Saya terkaget-kaget dengan keadaan militer kami. Tidak perlu biaya besar untuk memberi perlengkapan kepada kami. Kenapa itu tidak dilakukan?" ujarnya.

Sejumlah serdadu Rusia menolak kembali berperang di Ukraina karena dihantui pengalaman bertempur di garis depan pada awal invasi, menurut beberapa pegiat dan pengacara hak asasi manusia Rusia.

BBC mendapat kesempatan untuk berbicara dengan salah seorang serdadu tersebut.

Sergey bergabung dengan angkatan bersenjata Rusia melalui jalur wajib militer—sebagian besar pria Rusia berumur 18-27 tahun harus menjalani setidaknya satu tahun wajib militer.

Namun, setelah beberapa bulan, dia memutuskan menandatangani kontrak profesional selama dua tahun sehingga dia menerima gaji sebagai prajurit.

Pada Januari lalu, Sergey dikirim ke dekat perbatasan Ukraina. Perintah yang dia dapatkan adalah latihan militer.

Selang satu bulan kemudian, 24 Februari, dia diperintahkan melintasi perbatasan karena pada hari itu Rusia melancarkan invasi ke Ukraina. Tanpa berlama-lama, unitnya mendapat serangan dari pasukan Ukraina.

Saat mereka rehat sejenak pada malam hari di sebuah lahan pertanian yang ditinggalkan pemiliknya, komandan berkata, "Sebagaimana mungkin kalian ketahui sekarang, ini bukanlah lelucon."

Sergey mengaku dia benar-benar terkejut. "Pikiran pertama saya saat itu 'Ini benar-benar terjadi? Ini benar-benar terjadi pada saya?!"

Menurut Sergey, unitnya terus-menerus digempur baik saat bergerak maupun rehat sejenak pada malam hari. Di unitnya, 10 prajurit tewas dan 10 lainnya luka-luka. Hampir semua rekannya berusia di bawah 25 tahun.

Dia mendengar sendiri betapa tidak berpengalamannya para prajurit Rusia sampai mereka "tidak tahu cara menembak serta tidak bisa membedakan ekor dan kepala mortir".

Iring-iringan pasukan Rusia yang melintasi bagian utara Ukraina tercerai-berai hanya dalam empat hari setelah jembatan yang akan mereka lalui meledak sehingga menewaskan sejumlah serdadu di depan Sergey.

Sergey mengungkapkan pengalaman traumatisnya ketika harus mendahului rekan-rekan serdadu yang terjebak di dalam kendaraan terbakar.

"Kendaraan itu meledak entah akibat peluncur granat atau sesuatu lainnya. Saya tidak paham apa penyebabnya. Yang jelas kendaraan tersebut terbakar dan ada sejumlah serdadu [Rusia] di dalamnya. Kami bergerak menyalipnya selagi kendaraan itu terbakar. Saya tidak menengok ke belakang."

Unit Sergey bergerak ke daerah pedesaan Ukraina namun jelas mereka tidak punya strategi konkret, ungkapnya. Pasukan bantuan tidak datang dan para serdadu tidak dilengkapi dengan baik saat menjalani perintah merebut kota.

"Kami maju tanpa dukungan helikopter - hanya dengan satu barisan seperti datang ke sebuah parade."

Dia meyakini para komandan Rusia berencana merebut posisi-posisi kunci dan kota-kota penting Ukraina dengan sangat cepat serta menduga militer Ukraina langsung menyerah.

"Kami maju cepat, rehat sejenak, tanpa parit-parit, tanpa pasukan pengintai. Kami tidak meninggalkan anggota lain di belakang. Jadi apabila seseorang memutuskan menyerang kami dari belakang, kami tidak punya perlindungan."

"Saya pikir [banyak] rekan kami yang tewas karena ini. Jika kami maju bertahap, jika kami memeriksa apakah ada ranjau di jalan, jatuhnya banyak korban jiwa bisa dihindari."

Keluhan Sergey bahwa pasukan Rusia kurang perlengkapan juga mengemuka dalam percakapan telepon yang disebut-sebut berlangsung antara prajurit-prajurit Rusia dan keluarga mereka.

Rangkaian pembicaraan itu disadap dan diunggah ke internet oleh badan intelijen Ukraina.

Pada awal April, Sergey kembali dikirim ke kamp pasukan Rusia dekat perbatasan. Para serdadu telah ditarik dari bagian utara Ukraina dan tampak berkumpul untuk bersiap melakukan serangan di bagian timur.

Belakangan dia menerima perintah untuk kembali ke Ukraina, namun kali ini dia mengatakan kepada komandannya bahwa dirinya tidak siap dikirim.

"Dia berkata itu pilihanmu. Mereka bahkan tidak [mencoba] membujuk kami, karena kami bukanlah yang pertama [menolak]," papar Sergey kepada BBC. Namun, dia khawatir dengan reaksi unitnya sehingga dia memutuskan mencari konsultasi hukum.

Seorang pengacara mengatakan kepada Sergey dan dua koleganya yang juga menolak dikirim ke Ukraina untuk memulangkan senjata dan kembali ke markas unit. Mereka kemudian harus mengirim surat yang menjelaskan bahwa mereka "lelah secara moril dan psikologis" sehingga tidak bisa bertempur di Ukraina.

Sergey diberi saran bahwa kembali ke unitnya merupakan hal penting karena langsung pergi tanpa pemberitahuan bisa digolongkan sebagai desersi dan dia dapat dihukum penjara selama dua tahun.

Pengacara hak asasi manusia di Rusia, Alexei Tabalov, menggarisbawahi sebuah klausul dalam hukum militer yang membolehkan serdadu menolak bertempur jika mereka tidak ingin melakukannya.

Namun, para komandan berupaya mengintimidasi para prajurit kontrak agar mereka tidak kembali ke unit, menurut Tabalov.

Sergei Krivenko, pengacara HAM lainnya, mengaku belum tahu apakah ada hukuman yang dijatuhkan kepada para serdadu yang menolak bertempur.

Meski begitu, bukan berarti tiada upaya mendakwa para prajurit tersebut.

Seorang komandan di bagian utara Rusia meminta kasus pidana digelar di pengadilan untuk menjerat bawahannya yang tidak mau berperang di Ukraina. Namun, seorang jaksa militer menolak melanjutkan kasus itu, sebagaimana tertera dalam beberapa dokumen yang dilihat BBC.

Gugatan semacam itu tergolong "prematur" lantaran tanpa meninjau mudarat yang ditimbulkan prajurit terhadap dinas militer, kata jaksa militer tersebut.

Meski rencana gugatan itu gugur, tidak ada jaminan bahwa gugatan serupa tidak akan mengemuka di masa mendatang.

Serdadu-serdadu seperti Sergey yang menolak kembali ke garis depan bukanlah hal unik, menurut Ruslan Leviev selaku editor Conflict Intelligence Team, tim media yang menyelidiki pengalaman militer Rusia di Ukraina melalui wawancara rahasia dan menelisik materi sumber terbuka.

Leviev berkata timnya mengestimasi terdapat prajurit kontrak Rusia dalam jumlah signifikan yang dikerahkan untuk bertempur pada masa awal invasi ke Ukraina menolak dikirim lagi.

Media independen Rusia juga melaporkan ratusan kasus serdadu yang menolak dikirim lagi ke Ukraina sejak awal April.

Beberapa pengacara dan pegiat HAM yang diwawancarai BBC mengatakan secara regular memberikan konsultasi kepada para prajurit yang berupaya menolak kembali ke Ukraina.

Setiap orang yang kami wawancarai telah menangani puluhan kasus. Mereka meyakini prajurit-prajurit itu juga membagi saran kepada kolega-kolega mereka.

Kembali ke Sergey. Meskipun dia tidak ingin kembali bertempur di garis depan, dia tetap ingin menuntaskan dinas militer di Rusia guna menghindari konsekuensi tak diinginkan.

Akan tetapi, walau surat penolakan bertempur di Ukraina telah diterima, tiada jaminan dia tidak akan dikirim lagi ke Ukraina selama dirinya masih menjadi tentara Rusia.

"Saya bisa melihat bahwa perang ini berlanjut, tidak akan berhenti. Dalam bulan-bulan yang tersisa ini [wajib militer], apa pun—termasuk yang terburuk—bisa terjadi."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: