Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Migor Malaysia Lebih Murah dari Indonesia, Ini Kata Kemendag

Harga Migor Malaysia Lebih Murah dari Indonesia, Ini Kata Kemendag Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjelaskan penyebab harga minyak goreng (migor) di Malaysia lebih murah dibanding Indonesia. Kepala Badan Perlengkapan dan Pengembangan Perdagangan, Kemendag Kasan mengatakan di negeri Jiran tersebut memberikan subsidi untuk menekan harga agar menjadi lebih terjangkau oleh masyarakatnya. 

"Ini memang terjadi seperti di Malaysia itu minyak goreng disusbsidi, dia tentunya harganya lebih murah," ujar Kasan dalam diskusi virtual, Rabu (8/6/2022).

Baca Juga: Belum Sesuai Harapan, DPR Pertanyakan Soal Stabilitas Harga Minyak Goreng

Sebagaimana diketahui, Malaysia membandrol harga minyak goreng senilai RM2,5 atau setara dengan Rp8.500 per kilogram akibat kebijakan dari pemerintahnya yang menggelontorkan subsidi minyak dengan sistem Cooking Oil Stabilization Scheme (COSS).

Adapun, minyak goreng bersubsidi yang disediakan oleh pemerintah Malaysia tersebut hanya mengincar kalangan tertentu saja, terutama masyarakat yang memiliki penghasilan rendah, sedangkan untuk masyarakat yang tidak mendapatkan subsidi, mereka harus membayar minyak goreng nonsubsidi dengan harga RM27,9 atau sekitar Rp95.000 per lima kilogram.

Kasan mengatakan tingginya harga minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) saat ini terjadi karena prinsip supply and demand.

Baca Juga: Ungkit Janji Jokowi Harga Migor Turun dalam 2 Pekan, Roy Suryo: Satu Kata Saja, Gagal!

"Hukum ekonomi berlaku, kalau demand tidak ada, maka tidak akan harga naik atau tinggi. Ini juga mungkin itu tergantung dari perilaku konsumsi dari pengonsumsi minyak goreng sawit," ujarnya.

Menurutnya, di dunia minyak goreng nabati bukan hanya berasal dari kelapa sawit sehingga antara jenis minyak goreng itu akan saling menyubtitusi. Dengan begitu, orang-orang akan berpikir rasional ketika salah satu jenis mengalami kenaikan harga tinggi. 

"Sebaliknya, kalau dia lebih banyak konsumsi subtitusinya maka satunya tidak laku dan harganya akan murah," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: