Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lama Kelamaan Negara Miskin bakal Ditinggalkan, Orang PBB Buka-bukaan ke Dunia Soal Penyebabnya

Lama Kelamaan Negara Miskin bakal Ditinggalkan, Orang PBB Buka-bukaan ke Dunia Soal Penyebabnya Kredit Foto: Reuters/Eduardo Munoz
Warta Ekonomi, Jenewa -

Kepala Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Filippo Grandi menyatakan, krisis ketahanan pangan yang dipicu oleh perang Ukraina akan mendorong lebih banyak orang meninggalkan rumah mereka di negara-negara miskin. Kondisi ini akan mendorong tingkat perpindahan global yang bahkan lebih tinggi.

"Jika Anda memiliki krisis pangan di atas semua yang saya jelaskan, perang, hak asasi manusia, iklim, itu hanya akan mempercepat tren yang saya jelaskan dalam laporan ini," kata Grandi menggambarkan angka-angka itu mengejutkan.

Baca Juga: Korea Utara Diveto China, PBB Spontan Mati Langkah terhadap Uji Coba Nuklir?

Sebuah laporan oleh badan PBB menyatakan pada Kamis (16/6/2022), sekitar 89,3 juta orang mengungsi secara paksa di seluruh dunia sebagai akibat dari penganiayaan, konflik, pelecehan, dan kekerasan pada akhir tahun 2021.

Sejak itu, jutaan lainnya telah meninggalkan Ukraina atau mengungsi di dalam perbatasannya, dengan kenaikan harga terkait dengan terhambatnya ekspor biji-bijian akan memicu lebih banyak perpindahan di tempat lain.

"Jelas dampaknya jika tidak segera diselesaikan akan cukup dahsyat," kata Grandi.

Menurut Grandi, lebih banyak orang melarikan diri sebagai akibat dari kenaikan harga dan pemberontakan kekerasan di wilayah Sahel Afrika.

Secara keseluruhan, jumlah pengungsi meningkat setiap tahun selama dekade terakhir, sekarang lebih dari dua kali lipat dari 42,7 juta orang yang mengungsi pada 2012.

Grandi juga mengkritik monopoli sumber daya yang diberikan ke Ukraina sedangkan program lain untuk membantu para pengungsi kekurangan dana.

"Ukraina seharusnya tidak membuat kita melupakan krisis lain," katanya menyebutkan konflik dua tahun di Ethiopia dan kekeringan di Tanduk Afrika.

Tanggapan Uni Eropa terhadap krisis pengungsi, menurut Grandi, tidak setara. Dia membandingkan pertengkaran antara negara-negara yang menerima sekelompok kecil migran yang menyeberangi Laut Tengah dengan perahu dengan kemurahan hati negara-negara Uni Eropa dengan para pengungsi Ukraina sejak invasi Rusia pada Februari.

Laporan itu mengatakan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menampung 83 persen pengungsi dunia pada akhir tahun 2021.

"Tentu saja itu membuktikan poin penting, menanggapi masuknya pengungsi, kedatangan orang-orang yang putus asa di pantai atau perbatasan negara-negara kaya tidak dapat dikendalikan," kata Grandi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: