Pemerintah perlu mewaspadai risiko pelabelan wajib Bisfenol-A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polikarbonat terhadap eksistensi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Musababnya, dampak dari rencana kebijakan yang ditelurkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) itu akan merembet pada pebisnis kelas kecil yang kini banyak terjun ke industri pengisian air minum.
Pada tahap awal, pelabepan BPA memang akan berdampak langsung terhadap bisnis industri besar, mengingat galon yang digunakan dalam pengisian ulang diproduksi oleh korporasi kelas atas.
Akan tetapi, dalam jangka panjang kebijakan ini berpotensi mereduksi skala bisnis UMKM. Apalagi, saat ini banyak masyarakat telah membuka usaha pengisian air minum dengan kemasan galon.
Hal ini pun tengah diwaspadai oleh Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) yang mulai cemas dengan rencana pelabelan wajib BPA tersebut.
Sekjen Ikappi Reynaldi Sarijowan menyarankan kepada BPOM dan pemangku kebijakan lain untuk lebih memperhatikan pada standar mutu dibandingkan dengan kemasan dari produk tersebut.
Kendati tidak merasakan dampak langsung, dia meminta kepada pemerintah untuk lebih teliti dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan konsumsi masyarakat luas ini.
"Buat pedagang berdampak tetapi secara tidak langsung. Tetapi [yang lebih penting] soal mutu," kata Reynaldi, dalam siaran media, Jumat (17/6/2022).
Pelabelan BPA itu termuat di dalam rancangan revisi peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan yang belum mendapatkan pengesahan. Persoalannya, penelitian yang dijadikan dasar perubahan aturan itu dilakukan secara tertutup.
Apalagi, rencana revisi aturan yang sama mengandung kejanggalan karena untuk produk air kemasan dengan galon sekali pakai berbahan PET dibolehkan menggunakan label bebas BPA.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat