Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Disorot Media Asing, Isinya Singgung Pejabat Indonesia yang Suka Labeli PNS Radikal

Indonesia Disorot Media Asing, Isinya Singgung Pejabat Indonesia yang Suka Labeli PNS Radikal Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi

Kebijakan pemerintah pun mulai menyaring pelamar PNS untuk menilai keyakinan agama mereka. Instansi pemerintah sekarang mengadakan seminar yang dirancang untuk menanamkan loyalitas kepada negara kepada PNS. Bidang keamanan telah mengirimkan daftar anggota pegawai yang diduga memiliki pandangan ekstremis kepada administrator di universitas negeri dan bos BUMN.

Mereka yang disebutkan namanya diperingatkan bahwa pandangan mereka akan merugikan karier mereka. Daftar tersebut menunjukkan bahwa lembaga negara melakukan pengawasan ekstensif terhadap sektor publik, tulis Gregory Fealy dari Australian National University.

Baca Juga: Ternyata Ini Toh Alasan PNS Kerap Bolos Kerja, Gak Nyangka...

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo telah memperingatkan PNS bahwa pemerintah dapat mendeteksi "jejak digital" mereka. Pemerintah membenarkan intrusi semacam itu dengan mengklaim bahwa ekstremisme Muslim "menembus jauh ke dalam organ-organ negara, mengakibatkan penangkapan seluruh bagian birokrasi", tulis Fealy.

Kekhawatiran tentang radikalisme memiliki beberapa manfaat. Namun, klaim pemerintah atas penangkapan negara oleh para ekstremis dilebih-lebihkan. "Tidak ada bukti yang menunjukkan prevalensi sistemik terorisme atau ekstremisme kekerasan dalam pegawai negeri," kata Sana Jaffrey dari Institute for Policy Analysis of Conflict, sebuah think-tank di Indonesia.

Baca Juga: 112 PNS di Lingkup Pemkab Tangerang Jalani Tes Kompetensi

Dalam dua tahun pertama kampanye anti-ekstremisme pemerintah secara resmi menjatuhkan sanksi hanya kepada 38 PNS, menurut A'an Suryana, seorang peneliti di Iseas Yusof Ishak Institute, sebuah think-tank di Singapura. Angka itu merupakan persentase yang sedikit dari 4,3 juta PNS di Indonesia.

Hal itu menandakan pemerintah menggunakan definisi "radikalisme" yang luas. Membuat pernyataan yang "menghina" pemerintah, atau membagikan apa yang dianggap oleh satgas sebagai "berita palsu" di media sosial sudah cukup untuk menarik perhatiannya. Kriteria samar-samar, pada gilirannya, membuat pemerintah mudah untuk mengesampingkan lawan dengan menuduh mereka sebagai ekstremis.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: