Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Disorot Media Asing, Isinya Singgung Pejabat Indonesia yang Suka Labeli PNS Radikal

Indonesia Disorot Media Asing, Isinya Singgung Pejabat Indonesia yang Suka Labeli PNS Radikal Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Media Economist menyoroti pemerintah Indonesia yang menilai pegawai negeri sipil (PNS) sebagai pegawai radikal dan berbahaya. Artikel berjudul Indonesia's campaign against Islamists is a ploy to silence, mengajak pembaca untuk membedah siasat pemerintah membungkam mereka yang kritis dan tidak sepaham sebagai kelompok ekstremis dan radikal.

Media yang berbasis di London, Inggris, itu memulai ulasan dengan para pejabat di Indonesia yang secara teratur menuding sebagian besar pekerja sektor publik sebenarnya adalah ekstremis Islam. Para menteri dan kepala intelijen terus mengecam 'radikalisme' yang ada di birokrat dan guru.

Baca Juga: Media Asing Soroti Sikap Indonesia Kecam Politikus India yang Hina Nabi Muhammad

Kekhawatiran semacam itu sebagian berasal dari keterikatan elite penguasa terkait pluralisme agama. Dari 274 juta penduduk Indonesia, sekitar 87 persen merupakan Muslim, yang menjadikan populasi Muslim terbesar di dunia. Tapi, Indonesia bukan negara Islam. Sekutu Barat telah lama merayakan Indonesia karena menggabungkan kesalehan yang meluas dengan komitmen terhadap nilai-nilai liberal.

Sayangnya, serangan para pejabat terhadap PNS terkait radikalisme memiliki tujuan yang kurang mulia. Elite politikus mulai resah pada 2016 ketika kelompok Islamis tersebut muncul sebagai kekuatan politik selama demonstrasi besar besar di Jakarta. Ratusan ribu orang turun ke jalan untuk mengecam pernyataan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dianggap menghujat Islam. Ahok merupakan sekutu dekat Jokowi.

Baca Juga: Hilangnya Putra Ridwan Kamil Masih Menjadi Sorotan Media-media Asing karena...

Dalam bayangan Presiden Soeharto, Jokowi telah merespons fenomena itu dengan represi. Pada 2020, Jokowi melarang Front Pembela Islam (FPI), ketika enam pendukungnya tewas dalam baku tembak dengan polisi pada tahun itu. Jokowi juga menyasar sektor publik. Pada 2019, ia membentuk satuan tugas (satgas) untuk menghapus ekstremis dari jajarannya.

Anggota satgas diambil dari lintas kementerian dan Badan Intelijen Negara (BIN). Pemerintah pun mendorong anggota masyarakat untuk waspada terhadap pandangan ekstremis PNS melalui laman khusus.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: