Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bejat! Seorang Guru Pesantren di Subang Cabuli Santriwatinya, Ini Langkah Kementerian PPPA

Bejat! Seorang Guru Pesantren di Subang Cabuli Santriwatinya, Ini Langkah Kementerian PPPA Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menindaklanjuti kasus kekerasan seksual terhadap anak inisial E (16) yang diduga dilakukan oleh gurunya, pengasuh pondok pesantren inisial KHD (45) di Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melakukan kunjungan layanan penjangkauan korban. Kunjungan tersebut untuk memastikan kondisi korban, pendampingan layanan pemenuhan hak korban, seperti layanan psikologis, pemenuhan hak pendidikannya, kondisi orangtua, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

Asisten Deputi Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus KemenPPPA, Robert Parlindungan Sitinjak dalam kunjungannya menegaskan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi perhatian serius KemenPPPA karena merupakan salah satu program prioritas yang harus dituntaskan.

Baca Juga: Tega! Pengasuh Ponpes di Banyuwangi Cabuli 6 Santri, Menteri PPPA Ingatkan Perlu Alarm Pencegahan

"KemenPPPA terus mengawal seluruh kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak dan perempuan, termasuk kekerasan seksual terhadap anak yang masih terus terjadi. Kami ingin memastikan, penegakan hukum seluruh kasus berjalan baik dan ada pendampingan psikologis terhadap korban anak. Kami juga mengapresiasi Polres Subang, UPTD PPA Kecamatan Kalijati, dan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Subang, atas respon cepat serta pendampingan terhadap kasus ini," kata Robert dalam siaran pers, Selasa (28/6/2022).

Korban mendapat kekerasan seksual persetubuhan oleh terduga pelaku KHD saat menempuh pendidikan di pondok pesantren. Pada 10 Mei 2022, ibu korban datang ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kecamatan Kalijati untuk melaporkannya. UPTD koordinasi dengan Unit PPA Satreskrim Polres Subang terkait kasus yang dilaporkan dan sekaligus memastikan proses hukum pelaku. Tim SAPA 129 KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Kecamatan Kalijati dan DP2KBP3A Kabupaten Subang untuk memastikan pendampingan terhadap korban berjalan baik, baik secara hukum dan pendampingan psikologis untuk pemulihan psikis dan mental korban.

Kapolres Subang menyampaikan terima kasih atas kerja sama dan respons cepat dari KemenPPPA, UPTD PPA Kec. Kalijati, bersama OPD terkait. 

Baca Juga: Kasus Stupa Borobudur Naik, Denny Siregar: Mas Roy Suryo Kok Jadi Pendiam Ya, Biasanya Berisik

"Kita sama sama mengutuk keras tindakan pelaku dan tidak akan mentolerir perbuatan pelaku terhadap korban. Semoga kasus ini menjadi pelajaran bersama untuk kita selalu memberikan perlindungan kepada anak anak kita dan mempersiapkan mereka sebagai generasi emas penerus kepemimpinan bangsa Indonesia nantinya," kata Kapolres.

Lebih lanjut, Robert meminta masyarakat yang melihat dan mengetahui anaknya menjadi korban kekerasan seksual agar segera melaporkan kepada pihak yang berwajib atau dapat menghubungi Layanan SAPA 129 melalui call center SAPA 129 atau WhatsApp 08111-129-129.

KemenPPPA mengingatkan orang tua perlu memahami bahwa dengan melaporkan tindak kekerasan seksual yang dialami oleh anaknya, maka akan ada bantuan dari berbagai pihak untuk memastikan anak tersebut dipenuhi hak-haknya.

Baca Juga: Anies Tutup Gerai Holywings, Nasib Ribuan Pegawainya Terancam, Gus Miftah: Kita Doakan...

Robert mendorong aparat penegak hukum dapat memberikan sanksi hukuman kepada pelaku berdasarkan UU yang berlaku. Atas perbuatannya, pelaku dijerat pasal perlindungan anak. Selain itu, pelaku dikenakan pemberatan pidana, karena Pelaku adalah pengasuh/guru pesantren korban, maka pidananya maksimal 20 tahun penjara ditambah denda paling banyak Rp 5 miliar.

Pelaku juga bisa dikenakan hukuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, setelah terpidana selesai menjalani hukuman penjaranya paling lama 20 tahun.

Baca Juga: Belajar dari Penyegelan Holywings, Wakilnya Anies Tegas: Mohon Taati Peraturan dan Perizinan Kami!

Selanjutnya, sesuai UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), korban dalam upaya pemulihan berhak mengajukan biaya restitusi yang akan dibayarkan oleh pelaku, yang penilaian besaran biayanya dilakukan oleh LPSK. Apabila harta kekayaan pelaku yang disita tidak mencukupi untuk membayar biaya restitusi maka pelaku dikenai pidana penjara pengganti yang tidak melebihi ancaman pidana pokoknya dan negara memberikan kompensasi sejumlah restitusi yang kurang bayar kepada korban, sesuai dengan putusan pengadilan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: