Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Digarap DPR, Apa yang Jadi Agenda dalam RUU KIA?

Digarap DPR, Apa yang Jadi Agenda dalam RUU KIA? Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mengutip hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020-2024 tujuan dari pembangunan Indonesia membentuk sumber daya yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Tujuan tersebut didukung dengan kualitas sumber daya yang sehat serta tercerdaskan.

Berdasarkan hasil survei tersebut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tingkatan kualitas dan sumber daya yang berdaya saing tinggi terfokus pada perawatan kesehatan bagi ibu hamil yang dinilai mempengaruhi kualitas generasi bangsa. Hasil survei yang dilakukan BPS juga menyarankan sang ibu memperhatikan asupan gizi yang nantinya baik bagi anak.

Baca Juga: Siap-siap! Desmond DPR Ungkap Jajarannya Buka Peluang Keluarkan Ganja dari Narkotika Golongan I

Berdasarkan hal tersebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyusun rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). RUU KIA memasuki langkah baru dalam agenda pembahasan di meja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua umum DPR RI Puan Maharani menuturkan bahwa dirinya menyepakati RUU KIA.

Puan menilai RUU KIA penting direalisasikan karena di dalamnya mengandung program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2022. Puan menjelaskan, RUU KIA fokus pada pertumbuhan anak di usia emasnya yang terhitung sejak 1.000 hari pertama kehidupan sebagai penentu masa depan anak. Berdasarkan hal tersebut, Puan mengatakan RUU KAI penting untuk mencapai kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan.

Menurut Puan, ada hak ibu yang perlu dipenuhi, yakni pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan dan kehamilan, mendapat perlakuan dan fasilitas khusus pada sarana dan prasarana umum. Selain hak tersebut, Puan mengatakan bahwa yang utama adalah seorang ibu mendapat rasa aman dan nyaman, dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi, termasuk di lingkungan kerja.

Menurutnya, masa 1.000 hari pertama kehidupan anak merupakan salah satu indikator pertumbuhkembangan anak. Jika tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya, kata Puan, anak bisa mengalami kegagalan pada masa pertumbuhan dan pemerolehan kecerdasan yang kurang optimal.

"Menjadi tugas negara untuk memastikan generasi penerus bertumbuh menjadi SDM yang dapat membawa bangsa ini semakin hebat. Apalagi Indonesia akan mengalami bonus demografi yang harus kita persiapkan sedini mungkin agar anak-anak kita berhasil dalam tumbuh kembangnya," jelas Puan.

Puan juga menjelaskan bahwa seorang ibu wajib mendapatkan waktu yang cukup untuk memberikan asi pada anaknya, begitu pula bagi ibu yang bekerja. Menurutnya, ibu yang bekerja juga wajib mendapatkan waktu yang cukup untuk memberikan asi pada anaknya. Selain itu, Puan juga mengatakan bahwa RUU KIA mengatur tentang cuti melahirkan maksimal enam bulan paska persalinan. Dalam cuti tersebut, kata Puan, ibu yang cuti bekerja wajib mendapat gaji dan jaminan sosial maupun dana tanggung jawab soal perusahaan.

Menurutnya, pengaturan ulang masa cuti kehamilan pengin untuk menjamin tumbuh kembangnya anak serta pemulihan ibu paska persalinan. Dia berkomitmen untuk terus melakukan komunikasi secara intensif dengan berbagai pemangku kepentingan berkenaan dengan RUU KIA.

Lebih lanjut, RUU KIA memiliki kaitan yang erat terhadap edukasi kesehatan reproduksi. Selain itu juga merupakan upaya mengurangi angka stunting dan memajukan perempuan melalui keterlibatan di ruang publik.

"Perempuan memiliki potensi dalam perkembangan bisnis yang akan memberikan kontribusi berarti bagi perekonomian Indonesia," tutupnya.

 

Negara Dunia yang Memberlakukan Cuti Kehamilan 

Mengutip dari Kantor Perburuhan Internasional (ILO), tercatat lebih dari 120 negara di seluruh dunia yang memberikan cuti hamil berbayar dengan tunjangan kesehatan dan tercatat dalam undang-undang. 120 negara tersebut termasuk sebagian besar dari negara industri kecuali Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat.

Berdasarkan artikel tersebut Kepala Cabang Kondisi Kerja ILO FJ DY-Hammar mengatakan bahwa wanita pekerja yang hamil menghadapi berbagai macam ancaman kehilangan pekerjaan pada saat masa kehamilan. Selain itu, pada masa kehamilan juga terancam pendapatannya menurun dan ditangguhkan serta peningkatan resiko kesehatan karena perlindungan yang tidak memadai di perusahaan tempat mereka bekerja. 

Berdasarkan laporan dari ILO mengatakan bahwa perempuan menyediakan sumber pendapatan utama sebesar 30% pada rumah tangga di seluruh dunia. Sementara di Eropa 59 perempuan yang bekerja memberikan setengah atau lebih pendapatan rumah tangga mereka yang diperoleh dari hasil bekerja di sebuah perusahaan.

Sementara itu dalam kurun waktu 10 tahun tercatat 80% dari semua perempuan di negara-negara industri secara global bekerja di luar rumah selama masa subur mereka. Sementara itu tercatat beberapa negara yang memberikan cuti hamil dengan bayaran paling tinggi diantaranya Republik Ceko dengan cuti kehamilan 28 minggu Hungaria 24 Minggu Italia 5 bulan karena ada 17 Minggu Spanyol dan rumania 16 Minggu. Sementara Denmark, Norwegia, dan Swedia semuanya memberikan cuti berbayar yang luas yang dapat diambil oleh salah satu orang tua, meskipun sebagian disediakan untuk ibu.

Selain itu, Family and Medical Leave Act (FMLA) yang berbasis di Amerika Serikat, sejak tahun 1993 telah mengatur pemenuhan hak bagi pekerja perempuan yang tengah mengandung. Dalam peraturannya, FMLA memberikan hak kepada karyawan yang memenuhi syarat dari perusahaan tempat bekerja dan dilindungi, tetapi tidak dibayar dan dilindungi pekerjaan untuk alasan keluarga dan medis tertentu dengan kelanjutan cakupan asuransi kesehatan kelompok di bawah syarat dan ketentuan yang sama seolah-olah karyawan tersebut tidak mengambil cuti. 

Sementara itu, FMLA juga memberikan cuti hamil selama 12 bulan yang diperuntukkan bagi perempuan yang baru melahirkan anak dan tengah merawat bayi dalam waktu satu tahun setelah kelahiran. Selain itu, diatur pula cuti yang diperuntukkan bagi pasangan, anak, atau orang tua pekerja yang memiliki kondisi kesehatan serius.

 

Laki-laki Memiliki Hak Cuti Kehamilan Istri?

Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Senin (20/6/22) lalu menginisiasi cuti yang diperuntukkan bagi suami yang istrinya melahirkan. Usulan tersebut rencananya akan dimasukan dalam RUU KIA. Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengungkapkan bahwa RUU tersebut mesti mengatur cuti bagi laki-laki untuk mendampingi istrinya yang baru saja melakukan persalinan atau keguguran. Usulan tersebut mengacu pada yang sebelumnya diajukan, yakni cuti melahirkan selama enam bulan bagi ibu melahirkan.

"DPR RI menyoroti bahwa saat ini kesadaran para ayah semakin tinggi untuk turut serta dalam tugas pengasuhan anak. Maka lewat RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, melindungi hak suami dalam pendampingan istrinya saat melahirkan dan selama 40 hari pertama sebagai orang tua," kata Willy dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/6/22).

Willy menjelaskan, dalam pasal 6 draf RUU KIA tertuang bahwa suami berhak mendapatkan cuti paling lama 40 hari. Selain itu, kata Willy, bagi suami yang istrinya mengalami keguguran, akan mendapat cuti selama satu Minggu. Menurut Willy, melalui usulan tersebut DPR ingin mengembalikan fungsi suami dalam merawat generasi Indonesia di masa depan. Willy juga menyebut bahwa ini penting dalam keutamaan kemanusiaan.

"Satu hal yang mau saya tegaskan kembali, saat ini kapitalisme telah menggiring anggota keluarga keluar dari rumah untuk menjadi bahan bakar berjalannya sistem dengan masuk ke pabrik dan industrialisasi," katanya.

Berdasarkan hal tersebut, lanjut Willy, DPR mendorong perusahaan untuk mulai memikirkan paternity leave atau cuti melahirkan bagi laki-laki. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya dalam mengembalikan keutamaan kemanusiaan.

Willy memaparkan, RUU KIA dirancang dirancang dalam rangka memastikan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dalam pengawasan orang tuanya. Rancangan RUU KIA, kata Willy, menitikberatkan masa pertumbuhan emas anak yang merupakan periode krusial tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, kata Willy, RUU tersebut mengandung pemenuhan hak dasar orang tua, khususnya ibu, termasuk hak cuti yang memadai bagi orang tua yang bekerja.

"Paternity leave atau cuti ayah masih dianggap tidak lebih penting dibanding cuti melahirkan untuk ibu, sehingga tidak banyak perusahaan yang menawarkan cuti orang tua dengan tunjangan kepada para ayah yang baru memiliki anak," katanya.

 

Kelanjutan RUU KIA?

Berdasarkan hasil Rapat Paripurna DPR, RUU KIA disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Pemimpin Rapat Paripurna Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa dalam pembahasan panjang mengenai RUU KIA, terdapat sembilan fraksi partai yang menyampaikan pendapat masing-masing. Dari masing-masing fraksi partai, menyebut bahwa pihaknya menyetujui RUU KIA menjadi RUU insiatif DPR.

Dalam Rapat Paripurna DPR, Fraksi Partai Demokrat DPR RI menyetujui RUU KIA menjadi usul inisatif DPR dan meminta dilakukan pembahasan tingkat lanjutan. Selain itu, Fraksi Demokrat juga meminta dilakukan kajian dan pemahaman dari wujud utama yang yang menjadi tujuan RUU KIA. Hal tersebut dilakukan guna menghindari UU yang eksisting direduksi oleh RUU yang baru.

Fraksi Demokrat juga meminta RUU KIA mesti menjamin terwujudnya rasa aman, tenteram, dan harapan kualitas hidup ibu dan anak yang lebih baik melalui upaya penghormatan, pemajuan, pelindungan, dan pemenuhan hak bagi ibu dan anak, serta dapat melindungi ibu dari segala tindak kekerasan dan penelantaran yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia. 

Lebih lanjut, Fraksi Demokrat meminta para pemangku kepentingan untuk seyogyanya menyadari dan lebih memberikan perhatian pada persoalan kesejahteraan ibu dan anak untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak yang terarah, terpadu dan berkelanjutan. Fraksi Demokrat juga memahami pentingnya sebuah regulasi yang mengatur secara jelas tentang kesejahteraan ibu dan anak, namun RUU KIA memiliki keterkaitan erat dengan UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan memberikan catatan bahwa sejak tahun 2009, Kementerian Sosial RI telah mengembangkan program kesejahteraan sosial anak (PKSA). Maka dari itu, yang perlu menjadi fokus adalah bagaimana implementasi serta aplikasi pelaksanaan program-program yang sudah ada dan berkaitan bagi pemenuhan kesejahteraan ibu dan anak dapat berjalan secara maksimal dan menjadi solusi konkrit bagi permasalahan kesejahteraan ibu dan anak.

Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan mengapresiasi adanya pengaturan pemberian bantuan dan santunan kepada ibu dan anak yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar yang dapat digunakan secara optimal untuk mendukung kesejahteraan ibu dan anak.

 

Kredit foto: DPR

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: