Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Ketentuan Batasan Produksi Rokok Klembak Kemenyan Bisa Diterapkan di Rokok Biasa

Pengamat: Ketentuan Batasan Produksi Rokok Klembak Kemenyan Bisa Diterapkan di Rokok Biasa Kredit Foto: Bea Cukai
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, ikut menyoroti aksi pemerintah yang menetapkan batasan produksi yang tegas untuk membedakan antara perusahaan rokok besar dengan perusahaan kecil pada segmen kelembak kemenyan (KLM) dinilai dapat diberlakukan juga pada segmen rokok biasa, terutama buatan mesin.

Menurutnya, kebijakan tarif dan struktur cukai rokok KLM yang ditetapkan pemerintah kini lebih proporsional.

“Selama ini, rokok jenis itu harga cukainya rendah sekali,” katanya kepada para wartawan di Jakarta, Selasa (12/7/2022).

Baca Juga: Sistem Cukai Rokok Kompleks, Penggolongan Perusahaan Lewat Besaran Produksi Dinilai Tidak Efektif

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK. 010/2022 menetapkan kelompok tarif cukai yang lebih tinggi (setara dengan sigaret kretek tangan) pada produk KLM yang diproduksi oleh perusahaan yang produksinya melebihi 4 juta batang. Hal ini bertujuan melindungi perusahaan rokok KLM skala rumahan. 

Selain itu, dengan kebijakan ini, pemerintah secara tidak langsung telah mengkategorikan perusahaan yang memproduksi minimal 4 juta batang rokok KLM per tahun sebagai pabrikan besar. Sementara yang memproduksi di bawah itu tergolong perusahaan kecil atau rumahan. 

Sama halnya dengan rokok KLM, Faisal menilai kebijakan batasan produksi pada segmen rokok biasa juga perlu ditinjau. Sejak 2017, batasan produksi tertinggi untuk rokok biasa adalah 3 miliar batang per tahun, mengacu kepada batasan rokok mesin. Batasan ini dinilai membuka celah bagi perusahaan besar dan asing untuk menikmati tarif cukai murah. 

Sebelumnya, hingga tahun 2016, batasan produksi tertinggi untuk rokok mesin yang tidak padat karya adalah 2 miliar batang per tahun.

“Makanya perlu diawasi dan dilihat celah yang memungkinkan perusahaan bermanuver dalam pembatasan itu. Jadi, kalau misalnya batasan 3 miliar batang, perusahaan-perusahaan besar bisa mengirit produksinya supaya tidak sampai batas pagunya atau batas threshold-nya. Ini harus diantisipasi oleh pemerintah,” katanya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: