Sementara itu, Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan bahwa mayoritas penggunaan biomassa saat ini masih dipasok dari limbah. Yakni dari serbuk gergaji, tandan kosong sawit, sekam padi, dan sampah.
Untuk itu, PLN perlu mengembangkan pasokan biomassa yang lebih berkelanjutan dengan penanaman hutan tanaman energi.
"Kami perlu membangun rantai pasok yang terintegrasi. Mulai dari unit-unit di daerah, anak perusahaan, hingga masyarakat. Mulai dari penanaman hutan, pengangkutan, hingga pemanfaatan dalam PLTU-nya," ujar Wiluyo.
Menurutnya, program co-firing biomassa adalah pilihan cerdas karena mampu meningkatkan bauran EBT dan sekaligus memanfaatkan aset pembangkit yang dimiliki PLTU.
Program ini sendiri ditargetkan menyumbang 3,5 persen bauran EBT dengan memanfaatkan 10,2 juta ton biomassa untuk 52 PLTU batu bara di 2025.
Sebagaimana diketahui, PLN telah melakukan uji coba co-firing di 47 PLTU, di mana sampai pertengahan Juni 2022 sudah ada 32 PLTU yang menggunakan biomassa dan ditargetkan mencapai 35 PLTU di akhir tahun. Langkah tersebut akan menghabiskan 540 ribu ton biomassa dan mengurangi emisi karbon sebesar 529 ribu ton.
"Dalam menjaga keberlanjutan pasokan, kami telah mengembangkan pilot plan di beberapa daerah. Melalui pendampingan, perencanaan, pengelolaan, hingga komersialisasi. Ini merupakan program kerakyatan yang akan memberikan multiplier effect pada daerah melalui peran serta masyarakat," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti