- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Kebijakan Hilirisasi Sawit Berjalan Baik, Ragam Produk dan Ekspor Melonjak Tembus Rp 450 Triliun
Kebijakan hilirisasi industri sawit berjalan baik melihat ragam produk dan rasio ekspor yang mengalami kenaikan signifikan berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika.
"Pencapaian program hilirisasi industri sawit ini terlihat dari dua indikator, yaitu ragam produk hilir, dan rasio ekspor bahan baku dengan produk hilirnya," ucapnya pada Seminar Outlook Industri Sawit Indonesia di Jakarta, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Rabu (20/11).
Baca Juga: Soal Dongkrak Produktivitas Sawit, Kementan Tagih Komitmen Pengusaha
Dirjen Industri Agro menyebutkan, ragam jenis produk hilir sawit semakin meningkat signfikan. Pada tahun 2010 hanya terdapat 54 jenis, meningkat menjadi 193 jenis pada 2023.
Sementara itu, rasio ekspor bahan baku dan produk hilir sawit juga kian melonjak. Tahun 2010, rasionya 40% dan 60% (bahan baku dan produk hilir sawit), dan naik drastis menjadi 7% dan 93% pada 2023. “Ini menandakan bahwa kebijakan hilirisasi berjalan dengan baik,” ujarnya.
Selanjutnya, dampak luas yang diberikan industri pengolahan sawit di Indonesia, antara lain terlihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebanyak 17 juta orang. Kemudian, sektor ini memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 3,5 persen. Kepada total ekspor nonmigas, industri memberikan andil sebesar 11,6 persen atau senilai Rp450 triliun sepanjang tahun 2023.
“Sedangkan, nilai ekonomi industri ini mencapai Rp193 triliun pada triwulan II tahun 2024, dan diproyeksi akan menembus Rp775 triliun hingga akhir tahun ini,” ungkap Putu.
Menurutnya, industri pengolahan sawit telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru khususnya di luar Pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, dan wilayah lainnya di timur Indonesia. “Penumbuhan pusat baru industri berbasis sawit di luar Jawa, yang sudah ada saat ini antara lain di Dumai-Riau, Sei Mangkei-Sumut, Tarjun-Kalsel, Kotawaringin Barat-Kalteng, Bitung-Sulut, dan Balikpapan-Kaltim. Ini juga artinya menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit,” tutur Putu.
Dirjen Industri Agro menambahkan, penumbuhan industri pengolahan sawit telah mampu menggerakkan aktivitas produktif kegiatan usaha, khususnya di daerah terluar, tertinggal, dan terpencil (3T). “Jadi, turut menjaga kedaulatan ekonomi khususnya terkait substitusi impor dan teritorial di perbatasan negara,” imbuhnya.
Putu mengemukakan, potensi pengembangan industri hilir kelapa sawit nasional masih sangat terbuka, khususnya pada pemanfaatan biomassa sawit yang selama ini masih belum optimal. “Sebab saat ini, hilirisasi masih bertumpu pada pengolahan produk minyak sawit sehingga laju hilirisasi masih bergantung pada ketersediaan bahan baku minyak sawit mentah,” ungkapnya.
Di sisi lain, pasokan minyak sawit mentah dari sektor perkebunan masih menghadapi tantangan, antara lain penurunan produktivitas akibat penyakit tanaman, kendala agroklimat dan perubahan iklim, penerapan gap yang belum optimal, dan luas perkebunan yang masuk usia tua sehingga perlu di-replanting. “Tantangan berikutnya adalah menurunkan emisi karbon dari kegiatan usaha perkelapasawitan nasional, dan mengoptimalkan nilai ekonomi karbon yang menyertainya,” ujar Putu.Oleh karena itu, aspek sustainability dan traceability menjadi prasyarat produk hilir kelapa sawit masuk skala pemasaran global, di tengah ancaman kampanye negatif dan hambatan perdagangan lainnya. “Yang terakhir namun tak kalah pentingnya, tantangan untuk mengangkat level kapabilitas hilirisasi nasional dapat dijawab dengan upaya research and development yang berorientasi pada komersialisasi skala industri,” ucap Putu.
Pengembangan industri hilir
Saat ini, Kemenperin telah menjalankan langkah-langkah pengembangan industri hilir berorientasi daya saing global. Terdapat tiga aspek utama langkah pengembangan, yaitu kebijakan pengamanan pasokan bahan baku untuk industri dalam negeri, injeksi teknologi produksi minyak sawit mentah, dan memberikan fasilitasi untuk investasi baru atau perluasan.
“Ke depan, Kemenperin juga akan mengupayakan langkah-langkah strategis lainnya, seperti membentuk konsorsium riset untuk produk hilir yang potensial, memberikan jasa layanan pengembangan teknologi pengolahan biomassa di BBSPJIA Bogor, dan membentuk peraturan ketertelusuran keberlanjutan dalam kerangka ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil),” papar Dirjen Industri Agro.
Putu optimistis, langkah perbaikan di sektor hilir akan menarik penuh produktivitas pada backward linkage sektor hulu sampai forward linkage pada konsumen akhir. “Selain itu, kami juga berikhtiar bahwa langkah–langkah tersebut akan berkontribusi pada target antara pencapaian Visi Sawit Indonesia Emas 2045,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement