Sebelum memutuskan untuk merevisi UMP 2022, pada 22 November 2021 lalu, Anies telah melayangkan surat bernomor 533/-085.15 tentang Usulan Peninjauan Kembali Formula Penetapan UMP 2022 kepada Menteri Ketenagakerjaan. Melalui surat itu, Anies menekankan bahwa kenaikan UMP 2022 di DKI Jakarta yang sebelumnya hanya Rp37.749 atau 0,85 persen masih jauh dari layak dan tidak memenuhi asas keadilan bagi para kelas pekerja di DKI Jakarta.
Hingga akhirnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI melakukan pengkajian ulang terkait formula UMP tahun 2022 dengan acuan variabel inflasi sebesar 1,6 persen dan variabel pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,51 persen. Dari kedua variabel itu, berdasarkan kajian dari acuan tersebut, angka 5,11 persen yang dinyatakan sebagai angka kenaikan UMP tahun 2022.
"Kenaikan yang hanya sebesar Rp38.000 ini dirasa amat jauh dari layak dan tidak memenuhi asas keadilan," kata Anies dalam surat yang ditujukan ke Kemenaker.
Gelombang Demonstrasi dan Pro-Kontra Pihak Lainnya
Baca Juga: Gugatan Apindo Dinilai Tak Berdasar, KSPI Dukung Anies Lakukan Banding UMP ke PTUN
Sebelum adanya pengkajian ulang dan penetapan revisi besaran UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen, Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan bahwa kenaikan UMP 2022 hanya sebesar 0,85 persen. Ketetapan tersebut sontak menyulut api pemberontakan para kelas pekerja yang merasa besaran tersebut tidak sesuai dengan biaya hidup di Jakarta.
Besaran UMP yang ditetapkan Kemenaker berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya yang mengatur penghitungan UMP yang sudah baku, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan hanya sebesar Rp4.453.935. Merespons hal tersebut, para kelas pekerja pun mengungkapkan berbagai bentuk penolakan kenaikan UMP tersebut.
Di wilayah DKI Jakarta sendiri, aksi demonstrasi yang dilakukan para pekerja pun tidak hanya sekali-dua kali. Para penuntut datang dengan massa yang cukup besar berulang kali melakukan aksi di Balai Kota DKI Jakarta, menuntut Anies merevisi besaran UMP DKI Jakarta 2022.
KSPI, sebagai motor penggerak massa demonstrasi pada saat itu pun keras menentang penetapan UMP yang dilakukan Kemenaker pada saat itu. Melalui kajian kebutuhan hidup layak (KHL), KSPI menegaskan bahwa idealnya UMP DKI Jakarta naik jadi Rp5,3 juta. Angka tersebut muncul karena dinilai sudah dikalkulasikan dengan proyeksi kebutuhan hidup pokok dari pekerja di tahun 2022 kenaikan UMP DKI sebesar 10 persen.
"Menurut survei KHL yang kami lakukan secara internal, seharusnya kita punya kenaikan (UMP) menjadi Rp5.305.000," kata Winarso, Rabu (10/11/2021).
Baca Juga: Desak Anies Ajukan Banding Putusan PTUN Soal UMP 2022, Ratusan Buruh Siap Geruduk Balai Kota DKI
Sampai akhirnya revisi UMP ditetapkan, gelombang perlawanan pun masih dikumandangkan dari pihak yang dinilai bersebrangan dengan kelas pekerja. Pada 13 Januari lalu, APINDO mengajukan gugatan terkait naiknya UMP DKI Jakarta sebesar 5, 1 persen. Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT.
Dalam petitum gugatan tersebut, APINDO meminta PTUN untuk mengabulkan gugatan seluruhnya. Gugatan tersebut dilayangkan untuk membatalkan Surat Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 tanggal 16 Desember 2021.
Dalam gugatan tersebut, APINDO juga meminta pengadilan untuk menyatakan Kepgub DKI Jakarta Nomor 1395 Tahun 2021 tentang UMP 2022 tanggal 19 November 2021 berlaku dan mengikat. APINDO meminta PTUN mewajibkan Anies Baswedan mencabut Kepgub DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang UMP 2022 tanggal 16 Desember 2021.
Wakil Ketua APINDO DKI Jakarta Nurjaman memaparkan bahwa sebetulnya, gugatan yang dilayangkan pihaknya pada Anies Baswedan disebabkan karena adanya ketidakjelasan regulasi yang merevisi kenaikan UMP tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: