Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cacar Monyet Darurat Kesehatan, Begini Instruksi Tegas WHO Asia Tenggara

Cacar Monyet Darurat Kesehatan, Begini Instruksi Tegas WHO Asia Tenggara Kredit Foto: Reuters/Denis Balibouse
Warta Ekonomi, Singapura -

Negara-negara di Asia Tenggara didesak untuk memperkuat pengawasan kesehatan masyarakat terhadap cacar monyet, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kawasan itu. Cacar monyet sebelumnya telah dinyatakan sebagai darurat kesehatan global.

"Negara-negara diimbau meningkatkan penelitian vaksin bersama. Di samping aktif mencegah pencegahan dan mengendalikan infeksi di rumah sakit dan klinik," kata Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara, Dr. Poonam Khetrapal Singh, seperti dikutip Channel News Asia (CNA).

Baca Juga: Cacar Monyet Jadi Darurat Kesehatan Global, PDIP Ingatkan Pemerintah: Tidak Boleh Teledor!

Saat ini, lebih dari 16 ribu kasus cacar monyet telah terdeteksi di 75 negara. Khusus Asia Tenggara, tiga kasus terlacak di India dan satu di Thailand.

Ada sembilan negara yang masuk pantauan WHO Asia Tenggara. Yakni angladesh, Bhutan, Korea Utara, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, dan Timor-Leste.

Singapura, yang telah melaporkan delapan kasus sejak Juni, masuk klasifikasi WHO Pasifik Barat.

Cacar monyet, kini telah menyebar dengan cepat ke banyak negara non endemik. Ini merupakan masalah yang sangat memprihatinkan.

Kasus ini diharapkan dapat ditekan maksimal, karena cenderung terkonsentrasi di antara kelompok pria homoseksual.

"Setiap upaya dan tindakan penanganan harus dilakukan dengan sensitif, tanpa stigma atau diskriminasi," ujar Khetrapal Singh.

Asumsi ini didukung Pakar Penyakit Menular AS Dr Amesh Adalja. Dalam sebuah wawancara TV dengan CNA pada Senin (25/7), Adalja mengatakan,.wabah ini memiliki karakteristik unik, ditemukan dalam jaringan sosial dan seksual.

"Dan ketika Anda melihat epidemiologi, individu yang paling dominan terinfeksi adalah kelompok pria homoseksual. Itu adalah sinyal epidemiologis yang jelas. Kami harus meningkatkan pengujian terhadap populasi itu," jebolan Johns Hopkins University Centre for Health Security.

"Pastinya, ada tumpahan di luar kelompok demografis itu, Karena itu, kita harus memprioritaskan kelompok orang-orang yang sebenarnya berisiko," papar Adalja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: