Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Persoalan Galon Isi Ulang Oplosan terus Berulang

Persoalan Galon Isi Ulang Oplosan terus Berulang Pelabelan Galon | Kredit Foto: Ilustrasi Galon BPA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Akhir-akhir ini media sosial dibuat geger ketika menyaksikan polisi mengungkap kasus pemalsuan air minum dalam kemasan (AMDK) galon isi ulang.

Dalam sebuah unggahan video di media sosial pada 22 Juni 2022, Polres Cilegon, Banten, merekonstruksi bagaimana para pelaku mengoplos galon AMDK bermerek terkenal dengan air sembarangan lalu mengemasnya dengan tutup dan segel yang disinyalir asli milik merek tersebut.

Persoalan ini tentu saja mencemaskan banyak orang, termasuk di media sosial. Sebab, sepertiga penduduk Indonesia mengandalkan AMDK sebagai sumber air minum sehari-hari. Lebih mengkhawatirkan lagi, pemalsuan atau pengoplosan itu terjadi pada merek ternama yang paling banyak beredar di pasaran: Aqua.

Menurut data dari berbagai sumber, Aqua menyuplai sekitar 64 persen dari 11,17 miliar liter AMDK galon yang ada di pasaran. Meskipun paling banyak dikonsumsi, produsen Aqua gagal melindungi jutaan konsumennya dari praktik-praktik pemalsuan dan pengoplosan.

Seperti diungkap oleh Kepolisian, pelaku ternyata bisa memperoleh tutup galon yang diindikasikan asli merek Aqua. Bahkan, sebagai barang bukti, polisi menyita 265 tutup galon Aqua utuh yang masih belum digunakan pelaku.

Dengan bermodalkan hanya Rp 5.000 untuk membeli sebiji tutup galon itu, mereka mengisi galon asli Aqua dengan air yang diperoleh dari depot air minum. Mereka kemudian menjual satu galon dengan harga Rp 16.000.

Lebih mirisnya, mereka telah melakukan aksi yang merugikan konsumen itu selama dua tahun. Menurut keterangan Kapolres Cilegon AKBP Eko Tjahyo Untoro, mereka bisa mengoplos galon isi ulang Aqua sebanyak 100 galon per hari atau 2.500 galon per bulan. Itu berarti mereka telah menghasilkan sekitar 60 ribu galon isi ulang oplosan selama dua tahun beraksi.

Selama itu pula, produsen Aqua gagal mengetahui dan mengantisipasinya. Padahal, menurut Kepolisian, satu dari enam pelaku sebenarnya pemilik gudang agen yang menjual Aqua dan satu lagi adalah penyuplai tutup yang diindikasikan asli milik Aqua.

Apalagi, menurut catatan Kepolisian, praktik pengoplosan seperti ini terjadi nyaris tiap tahun di sejumlah wilayah, seperti di Bantul (2011), Kota Depok (2016), Tangerang Selatan (2017), Pandeglang (2018), Magetan (2020), dan Cilegon (2022).

Warganet pun mempertanyakan ke mana saja selama ini tanggung jawab produsen ternama itu? Bagaimana kasus ini bisa terjadi berulang kali dan terus menimpa merek mereka.

“Fenomena ini sudah lama (terjadi), sehingga seharusnya bisa dideteksi dari awal” kata anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo, di Jakarta, Rabu 27 Juli 2022. “Galonnya resmi, segelnya resmi, tapi isinya, dalam hal ini air dalam kemasannya, justru bukan dari produsen.”

YLKI pun mendesak produsen untuk responsif terhadap kasus yang terjadi berulang kali ini. Tubagus menyatakan produsen untuk mengevaluasi mata rantai distribusinya dan mengevaluasi produknya secara rutin.

“Kalau perlu, tutup, segel, dan galonnya dimodifikasi dalam kurun waktu tertentu untuk menghindari penipuan seperti ini,” katanya.

Ratusan juta galon merek Aqua beredar secara bebas, bukan hanya di agen dan distributor, tapi juga di penjual-penjual kecil dan perorangan. Karena terus digunakan ulang, dan bahkan tanpa batas waktu, tak jarang galon-galon itu berakhir di tangan para pemalsu dan pengoplos.

Alhasil, AMDK galon isi ulang sangat rentan dengan pemalsuan. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) bahkan telah menerbitkan rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah-pemerintah daerah tentang kerentanan AMDK galon isi ulang untuk dipalsukan dan dioplos dengan air sembarangan.

“Kami telah mengkaji ini (kasus pemalsuan AMDK galon isi ulang) sejak tahun lalu dan sudah menerbitkan rekomendasi pengawasan kepada pemerintah,” kata Ketua BPKN, Rizal Halim.

Namun, pemegang kendali atas peredaran galon itu semestinya adalah produsen. Mereka semestinya bisa memastikan bahwa galon-galonnya kembali ke agen-agen dan toko-toko resmi, sehingga tidak disalahgunakan.

Persoalan lain, yang tak kalah penting, adalah bagaimana produsen memastikan tutup dan segel galonnya tidak bebas diperjualbelikan, seperti yang terjadi dalam kasus di Cilegon. Apakah ini melibatkan orang dalam? Begitu pertanyaan yang muncul.

“Kalau memang melibatkan orang dalam,” kata Tubagus, “produsen harus melaporkannya ke Kepolisian karena ini sudah mencederai hak konsumen.”

Tubagus mengatakan produsen mesti menetapkan distributor dan agennya yang resmi. Sebab, mendapatkan informasi yang benar dan transparan merupakan hak konsumen.

“Konsumen harus tahu ke mana mereka membeli dan ke mana harus mengajukan aduan jika ada komplain,” katanya.

Sayangnya di tengah kepedulian warganet di media sosial mempersoalkan kewajiban produsen, masih ada sejumlah akun yang malah menyalahkan konsumen. Mereka, misalnya, mengatakan, “Makanya sebelum beli itu, cek dulu keasliannya.”

Lalu ada lagi yang mengatakan, “100 persen pabrik gak bisa ngawasin semua produknya 24 jam, jadi harus kita yang hati-hati dan teliti.” Pada intinya, mereka ingin mengatakan konsumen seharusnya teliti sebelum membeli karena produsen sudah membantu dengan menjelaskan bagaimana cara mengidentifikasi produk palsu.

Persoalannya, untuk mengetahui mana galon dengan isi asli atau galon dengan isi oplosan, konsumen diminta untuk memelototi tulisan supermini kode produksi pada tutup dan kemudian mencocokkannya dengan tulisan supermini kode produksi pada badan galonnya.

Seberapa sempat konsumen mengecek dan mencocokkan itu ketika membeli galon isi ulang? Lagipula, apakah tulisannya cukup besar dan cukup terlihat untuk dicek dan dicocokkan satu sama lain?

Penjelasan produsen Aqua bahwa desain khas pada tutup dan segel galonnya bisa dijadikan alat untuk mengindentifikasi produk palsu juga tak cukup ampuh. Sebab, kita tahu dari keterangan polisi, tutup dan segel itu ternyata diperjualbelikan dan kemudian berakhir pada galon isi ulang oplosan.

Jadi, penjelasan produsen Aqua memang penting sebagai bagian dari edukasi konsumen. Tapi, penting juga bagi produsen untuk mengedukasi distributor, agen, dan penjual di mata rantai pasokan paling bawah.

Sayangnya, menurut survei YLKI, 83 persen distributor, agen, dan penjual mengaku tidak pernah mendapatkan edukasi dari produsen AMDK.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: