Pelaku IHT Tak Dilibatkan, Usulan Revisi PP 109/2012 Disebut Melanggar Undang-undang
"Dalam sejumlah konsultasi publik, sebenarnya bukan konsultasi publik, tapi bagaimana pejabat mengundang banyak stakeholder yang hanya setuju dengan gagasan pemerintah saja. Hasilnya terjadi ketidakseimbangan dalam proses konsultasi publik tersebut," sambung Riant.
Nirpartisipasi dari objek kebijakan dan proses penyusunan kebijakan yang tidak dinamis, sambung Riant, hanya akan menghasilkan kebijakan yang tidak efektif, serta berpotensi sebagai pemborosan keuangan negara bahkan menjurus kepada korupsi kebijakan. Pasalnya, hal ini dapat menimbulkan konflik baru yang tidak perlu, serta ada tugas-tugas baru untuk menyelesaikan konflik tersebut seperti proses uji materil dengan biaya besar yang ditanggung negara.
Baca Juga: AMTI dan Ekosistem Sektor Tembakau Nyatakan Sikap, Tolak Revisi PP 109/2012
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wijaya bahkan menduga ada kesengajaan untuk tidak melibatkan pelaku IHT dalam proses revisi PP 109/2012. Ini misalnya terbukti dari diselenggarakannya uji publik oleh Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK) pada pekan lalu yang mengundang pelaku IHT secara mendadak.
"Kami bahkan baru menerima undangan satu hari sebelum uji publik yang diselenggarakan oleh Kemko PMK. Proses usulan revisinya saja sudah cacat hukum, tidak transparan, belum lagi sampai ke substansinya yang menimbulkan banyak pertanyaan," jelasnya.
Hananto juga menduga adanya tekanan-tekanan oleh asing yang mendorong agar revisi PP 109/2012. Tekanan dilakukan dengan secara sengaja tidak melibatkan IHT agar dapat segera rampung. Menurut Hananto, indikasi ini pada saat uji publik dimana terlihat kelompok-kelompok tertentu bisa menjelaskan detil pasal per pasal, sementara para pelaku IHT tidak diberikan akses terhadap materi revisi sama sekali.
Selayaknya pemerintah mengedepankan keterlibatan seluruh pihak yang terdampak dalam proses perumusan kebijakan sejak awal, dengan mengedepankan azas keadilan dan transparansi. Adapun proses yang dilakukan dinilai tidak sah dan hanya dilakukan sebagai formalitas sehingga berpotensi menimbulkan inefektivitas atas hasil kebijakan. Bahkan proses yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini dapat berpotensi mendorong munculnya kegaduhan politik dan sosial karena menyangkut mata pencaharian rakyat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: