Soal Latihan Super Garuda Shield, Kenapa Panglima TNI Berbeda dengan Kebijakan Pokok Jokowi?
Ternyata China dan Rusia tidak diikutkan pada Latihan militer gabungan tahunan Super Garuda Shield. Padahal, Indonesia memiliki kerja sama bilateral dengan dua negara tersebut.
Latihan gabungan militer pada Super Garuda Shield ini diikuti 14 negara. Mereka adalah Indonesia, AS, Kanada, Perancis, India, Malaysia, Selandia Baru, Korea Selatan, Papua Nugini, Timor-Leste, Inggris, Australia, Singapura, dan Jepang.
Baca Juga: Taiwan: Amerika Menyerang China yang Tidak Bertanggung Jawab di Tengah Latihan Militer
Padahal Presiden Jokowi kerap menegaskan bahwa Indonesia harus menjaga hubungan baik dengan empat poros negara dunia. Empat poros yang dimaksud adalah China, Rusia, ASEAN, dan Amerika.
Apakah latihan perang militer gabungan tahunan Super Garuda Shield ini akan berdampak negatif terhadap hubungan Indonesia dan China serta Rusia? Ada apa dengan Panglima TNI? Kenapa berbeda arah dengan kebijakan pokok presiden?
Tokoh politik dari Nahdlatul Ulama, Muhammad AS Hikam mengatakan, Indonesia sebagai negara berdaulat berhak melakukan latihan perang dengan negara mana pun, termasuk China dan Rusia. Latihan perang bisa melibatkan satu negara atau lebih.
Baca Juga: BKKBN Gandeng TNI dalam Upaya Penurunan Stunting di Indonesia
"Indonesia berhak melakukan latihan perang dengan sesama sahabat, mau Rusia, China, Amerika, dan Inggris. Boleh-boleh saja. Bisa gabungan, bisa sendiri-sendiri. Kemungkinan bisa juga kalau misalnya China ngajak indonesia dan Rusia atau China dengan Korea Utara. Itu kan bisa saja," ujar AS Hikam kepada wartawan saat dihubungi, Senin (8/8/2022), dalam keterangan tertulis yang diterima.
Menurut AS Hikam, agak sulit terwujud jika, misalnya, China dan Rusia dilibatkan dalam latihan militer gabungan tahunan Super Garuda Shield. Sebab, dua negara itu memiliki masalah masing-masing.
"Untuk mengatakan tidak mungkin, itu sangat sulit karena negara-negara itu sedang punya masalah masing-masing. Tapi, pada prinsipnya boleh apa tidak, ya boleh-boleh saja, sama-sama negara berdaulat," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: