Bahlil: Inflasi Indonesia di Era Jokowi Masih Lebih Baik Dibandingkan Sebelumnya
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, angka inflasi pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo selama tujuh tahun terakhir tercatat terkendali, jika dibandingkan dengan masa pemerintahan pascareformasi sebelumnya.
Menurut data yang dihimpun oleh Kementerian Investasi, rata-rata inflasi pada era Pemerintahan B.J. Habibie sebesar 2,00 persen, Abdurrahman Wahid 10,96 persen, Megawati Soekarnoputri 7,18 persen, Susilo Bambang Yudhoyono 7,52 persen, dan Joko Widodo 2,77 persen.
Baca Juga: Di Depan Forum EMEAP, BI Tekan Pentingnya Mitigasi Inflasi Global
Sebelumnya, data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan data yang positif. Inflasi Indonesia pada triwulan II tercatat sebesar 4,35 persen dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44 persen.
Menurutnya, momentum pertumbuhan ekonomi yang positif dan inflasi yang terkendali ini perlu dijaga dengan baik, mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir hingga saat ini.
"Kita sudah pada posisi on the track. Kalau kita mampu pertahankan, pertumbuhan ekonomi akan lebih baik lagi. Di sini pemerintah hadir untuk mendorong dunia usaha agar menciptakan lapangan kerja," kata Bahlil dalam konferensi pers kemarin sore, Senin (8/8/2022).
Jika dibandingkan dengan perkembangan inflasi di negara G20 seperti Australia 5,1 persen, Korea Selatan 6 persen, India 7,01 persen, Jerman 7,6 persen, Amerika Serikat 7,6 persen, Inggris 9,1 persen, Turki 78,6 persen, dan Brasil 11,89 persen, Indonesia dalam kondisi yang lebih stabil.
Demikian pula jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Singapura 6,68 persen, Thailand 7,66 persen, Laos 23,6 persen, Myanmar 17,3 persen, Kamboja 7,2 persen, dan Filipina 6,1 persen.
Selanjutnya, Bahlil juga mengungkapkan, dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,51 persen (year on year/yoy) dan memberikan andil sebesar 2,92 persen pada pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022. Konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi tertinggi ini memiliki kaitan erat dengan daya beli masyarakat yang timbul dengan adanya kepastian pendapatan dan ketersediaan lapangan pekerjaan.
"Presiden memerintahkan agar investasi tidak hanya fokus pada teknologi tinggi saja, tetapi juga investasi padat karya untuk menciptakan lapangan kerja. Investasi naik, lapangan pekerjaan juga naik. Jadi imbang," ujar Bahlil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: