Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menteri Keamanan China Lakukan Kampanye Targetkan Kelompok Uighur

Menteri Keamanan China Lakukan Kampanye Targetkan Kelompok Uighur Kredit Foto: ABC Australia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pihak berwenang di wilayah Xinjiang di barat jauh China menggunakan tindakan keras 100 hari pemerintah China terhadap pihak yang mereka sebut penjahat dan buronan, termasuk menargetkan orang-orang Uighur yang dianggap ekstremis agama. Tindakan yang disebut kampanye tersebut, diluncurkan oleh sekutu dekat Presiden China Xi Jinping, Wang Xiaohong, yang diangkat sebagai menteri keamanan publik pada 25 Juni lalu.

Wang Xiaohing menyebut tindakan ini untuk memberantas kekuatan kriminal dan untuk menopang keamanan politik dan kontrol sosial di seluruh negeri.

Jelang Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-20 yang akan dilaksanakan akhir tahun 2022, loyalis Xi Jinping ini telah mengarahkan polisi untuk menelusuri seluruh pelosok wilayah Xinjiang guna mengantisipasi semua jenis risiko gangguan keamanan yang dikatakannya dapat terjadi.

Hal ini dilakukan Wang Xiaohing, agar agenda besar Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok yang menentukan arah tujuan dan kebijakan nasional partai untuk lima tahun ke depan, serta menentukan kepemimpinan mereka, tidak terganggu oleh orang-orang atau kelompok yang mereka sebut ekstrimis.

Pada pertemuan promosi 15 Juli lalu untuk Aksi Seratus Hari di seluruh China, para pemimpin keamanan publik di Negeri Tirai Bambu ini mengatakan bahwa 42.000 kasus telah dipecahkan dan 72.000 tersangka kriminal, telah ditangkap selama kampanye, menurut laporan media Tiongkok.

Radio Free Asia (RFA) mencoba mengkonfirmasi departemen kepolisian berbagai tingkatan di wilayah tersebut, untuk mencari tahu bagaimana jalannya operasi tersebut. Selain itu, tindakan China ini disinyalir sangat jelas mempengaruhi mayoritas Muslim Uighur di Xinjiang, karena mereka harus menanggung beban kebijakan penindasan Tiongkok selama beberapa dekade.

Pihak berwenang yang bungkam umumnya menolak untuk memberikan jawaban atas operasi ini, namun tindakan yang disebut pembersihan keamanan publik di Xinjiang dengan menargetkan orang-orang Uighur yang dianggap ekstremis agama, separatis dan teroris terus berlangsung.

Partai Komunis China menggunakan istilah “bermuka dua” untuk menggambarkan orang-orang biasanya seperti pejabat atau anggota partai yang korup, yang secara ideologis tidak setia kepada Partai Komunis, namun cap ini sering diterapkan pada orang Uighur yang menjalanlan  tradisi budaya dan agama mereka.

Seorang petugas polisi di Hotan (dalam bahasa China, Hetian), sebuah kota oasis besar di barat daya Xinjiang, mengkonfirmasi bahwa markas besar polisi kota tersebut mengadakan pertemuan yang membahas tentang menghilangkan dan memerangi kekuatan jahat, dalam beberapa bulan terakhir.

Anehnya, kampanye anti kejahatan di tempat lain di China berfokus pada kejahatan seperti pencurian, sementara di wilayah Xinjiang, petugas berusaha menangkap orang-orang Uighur yang diduga tidak setia kepada Tiongkok.

Kepada Radio Free Asia (RFA), pihak berwenang China fokus pada "operasi melawan kekuatan jahat" di Hotan, dimana kekuatan jahat tersebut mengacu pada orang-orang yang mengambil penjahat di bawah sayap mereka.

“Di sini target utama kami dalam melenyapkan kekuatan jahat, yakni orang-orang yang menyebarkan agama secara ilegal di bawah sayap mereka, melindungi mereka dari tuntutan.  Orang-orang yang mereka ambil di bawah sayap mereka juga termasuk separatis, ekstremis, dan orang bermuka dua,” Kata pihak berwenang yang enggan disebutkan namanya.

“Pencopet dan pencuri berada di pinggiran memang target kami dalam operasi ini, namun target utama adalah yang saya sebutkan sebelumnya,” tutur pihak berwenang tersebut.

Bahkan, lpihak berwenang mengaku telah menangkap seorang pria bernama Waris dan lebih dari 10 orang dalam sebuah arisan yang dihadiri lebih dari 500 orang. Sementara Polisi setempat mengatakan tidak tahu identitas 10 orang tersebut, dan kasus itu diklasifikasikan sebagai "rahasia negara."

Seperti diberitakan sebelumnya, Etnis Uighur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang telah menjadi sasaran pelanggaran berat hak asasi manusia, penyiksaan dan kerja paksa, serta pemberantasan tradisi linguistik, budaya dan agama mereka dalam apa yang disebut oleh Amerika Serikat dan beberapa parlemen Barat sebagai genosida dan kejahatan terhadap  kemanusiaan.

Pihak berwenang China telah menahan hingga 1,8 juta orang Uyghur dan minoritas Turki lainnya di kamp-kamp interniran sejak 2017, menurut banyak laporan investigasi oleh para peneliti, lembaga think tank, dan media asing.  

China telah mengatakan bahwa kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dimaksudkan untuk mencegah ekstremisme agama dan terorisme, dan bahwa kamp-kamp itu sekarang ditutup.

Merespon hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai negara-negara dunia khususnya Indonesia, untuk terus memantau perkembangan kasus pelanggaran HAM yang diduga kuat masih menimpa jutaan etnis Uighur di Xinjiang China.

Peneliti CENTRIS, AB Solissa mengatakan info terbaru yang diwartawakan oleh RFA, adalah bukti bahwasanya pelanggaran berat HAM yang terjadi di Xinjiang Tiongkok ini, belum usai hingga saat ini.

“Baca saja laporan atau berita RFA, lugas sekali disebutkan cara-cara China yang di duga kuat untuk menangkap orang-orang Uighur dan etnis muslim minoritas lainnya, dengan dalil keamanan nasional,” pungkas AB Solissa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: