Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pembangunan PLTU Baru dalam RUPTL Terbaru Bertentangan dengan Target NZE

Pembangunan PLTU Baru dalam RUPTL Terbaru Bertentangan dengan Target NZE Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia, Adila Isfandiari menilai kebijakan pemerintah dan PLN dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara bertentangan dengan beberapa kebijakan dunia. 

Adila mengatakan, upaya pemerintah yang tetap ingin membangun PLTU batu bara baru sebesar 13,8 gigawat atau 43 persen dari kapasitas eksisting yang dimiliki selama 10 tahun ke depan dapat meningkatkan emisi karbon.

"Ketika ingin membangun PLTU batu bara baru, pastinya akan mengalami peningkatan emisi," ujar Adila dalam diskusi virtual, Kamis (18/8/2022).

Baca Juga: PLTU Batu Bara Berpotensi Bikin Indonesia Rugi hingga Rp100 Triliun

Adila mengatakan, Indonesia juga akan terjebak pada risiko carbon lock on karena besarnya kapasitas dari PLTU yang begitu besar sehingga tidak ada ruang untuk masuknya energi baru terbarukan (EBT) karena sudah digunakan oleh PLTU.

"Terutama ketika kita dihadapkan dengan kondisi over supply, khususnya di Jawa, Bali, dan Sumatera, di mana di 2020 berdasarkan pernyataan PLN, Sumatera telah over supply sebesar 55 persen dan  Jawa-Bali 48 persen, dan kondisi ini akan berlangsung hingga 2030 karena PLTU baru tadi akan dibangun di Sumatera dan Jawa, dan pastinya akan menambah beban keuangan PLN karena memang ini sebagian besar milik IPP di bawah skema take or pay," ujarnya.

Lanjutnya, penambahan PLTU batu bara juga tidak sejalan dengan upaya pemerintah maupun PLN untuk melakukan pensiun pada PLTU ataupun mencapai NZE.

Hal tersebut tak terlepas dari, jika pemerintah masih ingin menbangun PLTU hingga 2030, maka semakin lama Indonesia akan menunda untuk mencapai 0 emisi tersebut karena masih membakar batu baranya.

"Ini juga bertentangan dengan rencana pensiun PLTU, di mana pemerintah merencanakan untuk memensiunkan PLTU 9,2 gigawat di 2029, tetapi ketika ingin memensiunkan tapi kita ingin membangun PLTU baru dengan jumlah yang lebih banyak dan ini menimbulkan mismixed signal bagi investor maupun internasional yang ingin membantu kita untuk transisi energi," ungkapnya.

Pembangunan PLTU baru ini juga tidak sejalan dengan rekomendasi global, jadi UN juga sudah merekomendasikan tidak membangun PLTU batu bara baru setelah 2020.

"Dengan kata lain, Indonesia harus berhadapan dengan masalah emisi karbon selama 25-30 tahun ke depan. Pada 2050, Indonesia juga menargetkan capai nol emisi," ucapnya.

Selain itu, katanya, kebijakan ini juga bertentangan dengan rekomendasi global, antara lain rekomendasi PBB untuk menghentikan pembangunan PLTU baru setelah 2020. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC ) juga merekomendasikan menutup 80 persen PLTU eksisting dan phase out dari batu bara sebelum 2040.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: