Menkumham Yasonna Laoly Usulkan 4 RUU dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2022
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly memaparkan bahwa pihaknya mengusulkan 4 rancangan undang-undang (RUU) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2022. Keempat RUU itu adalah RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, Perlindungan Konsumen, dan Paten.
"Dengan mempertimbangkan kesiapan dan kebutuhannya, keempat RUU tersebut dimasukkan dalam daftar Prolegnas Prioritas Perubahan Tahun 2022," papar Yasonna Rabu (24/8/2022) petang.
Baca Juga: Demi Penyempurnaan RKUHP, Yasonna Laoly: Kritik Konstruktif Sangat Diperlukan
Yasonna memaparkan terkait RUU tentang Sisdiknas, nantinya RUU tersebut diarahkan menjadi UU pengganti dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. RUU ini akan mengintegrasikan 3 undang-undang, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Norma-norma pokok dari ketiga UU tersebut diintegrasikan ke dalam satu UU, sedangkan norma-norma turunannya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah," paparnya lagi.
Baca Juga: PNBP Kemenkumham di Semester I 2022 Mencapai Rp2,2 Triliun, Terbanyak di Sektor Keimigrasian
Harapannya, pengintegrasian ke-3 UU itu akan membawa dampak positif pada dunia pendidikan, dan memberikan kepastian dengan adanya satu acuan yang terintegrasi dalam pengaturan pendidikan di Indonesia.
"Ini untuk menghindarkan masyarakat dari potensi kebingungan saat adanya aturan yang tidak harmonis atau bertentangan satu sama lain," jelasnya lagi.
Sementara pada RUU tentang Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, kata Yasonna, sistem dan mekanisme yang berlaku saat ini belum memadai. "Pada saat ini sistem yang ada belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Sehingga diperlukan pengaturan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel," jelasnya.
Selain itu, dia juga memaparkan revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendesak dilakukan di tengah populernya kegiatan transaksi keuangan digital oleh masyarakat.
Baca Juga: Dalam RAPBN 2023, Pemerintah akan Gelontorkan Rp608 Triliun untuk Anggaran Pendidikan
"Revisi ini perlu mencakup peran pihak ketiga yang berperan sebagai penghubung antara penjual dan konsumen, seperti e-commerce dan penyelesaian sengketa," kata Yasonna.
"Selain belum diakuinya pihak ketiga dalam UU ini, aturan-aturan yang ada saat ini belum selaras dalam hal mekanisme ganti rugi dan pelaporan, sehingga diperlukan revisi agar konsumen tidak bingung, dan sekaligus untuk memperjelas tanggung jawab antara kementerian/lembaga terkait," tambahnya lagi.
Baca Juga: RUU Perlindungan Data Pribadi Segera Disahkan Bulan Depan
Terakhir, kata dia, perubahan parsial yang telah dilakukan terhadap UU Paten —yang dimasukkan ke dalam UU Cipta Kerja— di mana salah satu tujuannya adalah untuk mempermudah investasi, mendorong inovasi dan investasi.
"Urgensi perubahan terhadap UU Paten adalah untuk mengikuti perkembangan nasional, mengakomodir kepentingan nasional, mendorong Inovasi dan investasi, serta meningkatkan pelayanan masyarakat, dengan mempercepat prosedur pemeriksaan paten, perlindungan terhadap invensi yang sesuai dengan aturan internasional, serta transfer teknologi," pungkas Yasonna.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas