Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Cancel Culture?

Apa Itu Cancel Culture? Kredit Foto: Unsplash/Warren Wong
Warta Ekonomi, Jakarta -

Cancel culture adalah bentuk pengucilan di mana seseorang didorong keluar dari lingkaran sosial atau profesional baik secara online, di media sosial, atau secara langsung. Ungkapan cancel culture sebagian besar berkonotasi negatif.

Cancel culture biasanya dilakukan untuk menghilangkan pengaruh tokoh masyarakat karena berperilaku, karya atau perkataannya menyinggung atau dianggal tak sesuai dengan normal yang berlaku di masyarakat.

Cancel culture biasanya terjadi dalam bentuk memboikot atau menghindari individu (seringkali selebriti) yang dianggap telah berbuat sesuatu dengan cara yang tidak dapat diterima.

Baca Juga: Apa Itu Perang Harga?

Beberapa kritikus berpendapat bahwa cancel culture memiliki efek mengerikan pada wacana publik. Namun, tak semua cancel culture benar-benar diboikot selamanya. Ada beberapa tokoh masyarakat yang pernah 'dibatalkan', namun bisa melanjutkan kariernya seperti semula.

Munculnya cancel culture bertepatan dengan pola yang sudah dikenal, yaitu ketika seorang selebritas atau tokoh masyarakat melakukan atau mengatakan sesuatu yang menyinggung. Reaksi publik yang sering dipicu oleh media sosial yang progresif secara politik pun terjadi.

Kemudian muncul seruan untuk membatalkan orang tersebut dengan mengakhiri karier mereka secara efektif, baik melalui boikot terhadap pekerjaan mereka atau tindakan disipliner dari manajemen.

Namun, reaksi publik tentang cancel culture, alih-alih mengakhiri karir mereka justru bisa meningkatkan respon simpati.

Cancel culture sebagai fenomena yang menyerukan pemboikotan orang, merek, dan bahkan acara dan film karena apa yang dianggap beberapa orang sebagai pernyataan atau ideologi yang menyinggung atau bahkan bermasalah. Ini bukanlah hal baru.

Ungkapan cancel culture mendapatkan popularitas sejak akhir 2019, paling sering sebagai pengakuan bahwa masyarakat akan menuntut pertanggungjawaban atas perilaku ofensif seseorang. Seperti yang terjadi kepada penulis Harry Potter, J.K Rowling yang menyatakan bahwa ia transphobia. Atau Listy Chan, seorang atlet esports Indonesia yang mendapatkan cancel culture hingga membuatnya kehilangan kontrak pekerjaan.

Cancel culture dapat terjadi ketika seseorang terlibat skandal, membuat lagu yang liriknya tak sesuai dengan budaya, berpidato yang menyinggung atau mengeluarkan pernyataan kontroversial.

Budaya cancel culture disebut muncul pertama kali pada 2017 lalu saat kasus pelecehan seksual Harvei Weinstein terungkap.

Cancel culture keluar ketika banyak pelaku pelecehan seksual dari kalangan publik figur diketahui masyarakat. Alhasil, mereka dilarang untuk tampil lagi di hadapan publik, baik di acara televisi, iklan hingga pembatalan kontrak kerja oleh manajemen.

Pada kenyataannya, sangat sedikit selebriti yang dibatalkan mengalami kemunduran karir yang langgeng. Meski demikian, menyaksikan reaksi penolakan budaya tampaknya membuat beberapa publik figur menjadi panik.

Beberapa selebriti secara efektif telah dibatalkan, dalam arti bahwa tindakan mereka telah mengakibatkan konsekuensi besar, termasuk kehilangan pekerjaan dan penurunan reputasi besar dari karir mereka.

Sementara itu, di Korea Selatan, cancel culture mengakar dengan kuat. Jika seorang publik figur ketahuan memiliki masa lalu yang buruk, maka itulah akhir dari karir mereka. Seorang idol di Korea Selatan tidak boleh terlibat dalam perundungan (bully), pelecehan, penganiayaan, berkendara sambil mabuk, hingga pemalsuan barang bermerek.

Sebelumnya, seorang YouTuber Freezia juga ketahuan memakai barang bermerk palsu. Meski terlihat biasa saja, namun yang menjadi permasalahan adalah dirinya yang merupakan influencer. Freezia dianggap seharusnya memberikan contoh yang baik kepada pengikutnya dengan membeli produk-produk asli.

Selain itu ada kasus Soojin yang mengundurkan diri dari G-IDLE, grup April yang hingga saat ini masih belum aktif, serta perseteruan antara Jimin dan Kwon Mina eks AOA.

Namun, beberapa penggemar juga khawatir akan ada sesuatu hal yang terjadi kepada idola mereka. Pasalnya, beberapa penggemar menyadari bahwa idola mereka hanyalah manusia biasa. Mereka tkut idola yang dicintainya itu memiliki rahasia yang dapat menghentikan kariernya karena cancel culture.

Industri hiburan di Korea Selatan telah lama dikenal tak sembarangan mendebutkan seseorang. Tak hanya bakat dan talenta yang banyak, seorang idola juga harus memiliki masa lalu yang baik. Karena saat seseorang sudah terkenal pasti akan ada saja oknum yang menggali masa lalunya dan dijadikan senjata untuk menjatuhkan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: