Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dokter Forensik Membantah, Aktivis HAM Yakin Brigadir J Alami Penyiksaan: Tidak Harus Fisik, Psikologi Juga Termasuk

Dokter Forensik Membantah, Aktivis HAM Yakin Brigadir J Alami Penyiksaan: Tidak Harus Fisik, Psikologi Juga Termasuk Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J | Kredit Foto: Suara.com
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus pembunuhan Brigadir J masih menjadi perhatian serta menghebohkan masyarakat sejak berhasil terungkap ke publik. Rangkaian peristiwa untuk mengungkap titik terang kasus ini pun sudah dilakukan, termasuk dua kali proses autopsi terhadap jenazah.

Meski demikian, hasil autopsi ini masih disangsikan oleh berbagai pihak, termasuk publik yang sejak awal menaruh sentimen negatif kepada penyidik.

Baca Juga: Vonis 5 Tersangka Pembunuh Brigadir J Tergantung Hal Ini, Pakar Hukum: Kalau Pelecehan Itu Benar Ada, Mungkin...

Salah satu yang sangat disorot publik adalah penjelasan Ade Firmansyah selaku ketua tim dokter forensik yang memeriksa jenazah Brigadir J. Pasalnya, Ade menyebut tidak ada tanda-tanda penyiksaan dan hanya luka tembaklah yang ditemukan di jenazah almarhum.

"Hasil pemeriksaan kami pada saat kami lakukan autopsi, maupun dengan pemeriksaan penunjang dengan pencahayaan dan hasil pemeriksaan mikroskopik, tidak ada luka-luka pada tubuhnya, selain luka-luka akibat kekerasan senjata api," tutur Ade di Mabes Polri, Jakarta, Senin (22/8/2022).

Sampai sekarang kebenaran soal ada atau tidaknya penyiksaan masih jadi perdebatan. Salah satu yang punya pendapat kontra adalah aktivis HAM Haris Azhar.

Hal ini Haris sampaikan ketika hadir di acara Catatan Demokrasi yang ditayangkan di kanal YouTube tvOneNews. Haris terang-terangan mengaku kecewa karena Komnas HAM yang tidak mencantumkan perihal terjadinya penyiksaan di laporan mereka.

"Tapi saya ada catatan juga soal laporannya Komnas HAM. Menurut saya ada penyiksaan," ungkap Haris, dikutip Suara.com pada Rabu (7/9/2022).

Baca Juga: Soal Dugaan Brigadir J Lecehkan Istri Ferdy Sambo, Kriminolog UI Bilang Begini, Simak!

Tak selalu berupa penyiksaan fisik, Haris rupanya menyoroti adanya penyiksaan secara psikis yang dialami Brigadir J. Sayangnya, menurut Haris, hal ini malah dilewatkan di laporan Komnas HAM.

"Proses menuju peluru itu menyentuh tubuhnya si Yosua, itu ada intimidasi, ada pemaksaan, itu torture, Pak, dan itu sistematik. Dengan dalih bahwa ini Pasal 340, menuju pembunuhannya, peristiwanya, itu ada penyiksaan di sana," ujar Haris.

Bahkan, ia berani untuk memperdebatkan pemahamannya ini, sekalipun sebelumnya dokter forensik pernah menyebut hanya ada luka tembak di tubuh jenazah Brigadir J.

"Itu (penilaian secara) forensik. Penyiksaan itu tidak perlu harus fisik. (Penyiksaan) psikologi itu termasuk," terang Haris.

Baca Juga: AKP Irfan Widyanto Jadi Tersangka dalam Obstruction of Justice Kasus Pembunuhan Brigadir J, Ternyata Ini Perannya

Ia lalu membandingkan dengan nasib para aktivis yang diculik dan mendapat penyiksaan secara psikis. Sebab, mereka ternyata tidak menerima kekerasan fisik apapun.

"Misalnya korban penculikan dan penghilangan aktivis tuh. Kalau kita baca kesaksiannya, mereka diletakkan di satu ruangan, dipasangi lagu dangdut itu melulu diputerin. Itu kan kayak cuci otak," jelas Haris.

"Nah itu masuk penyiksaan, torture. Jadi saya kecewa betul waktu baca laporannya Komnas HAM, ini lembaga negara kok nggak ngomongin penyiksaan," imbuhnya.

Haris juga menyoroti soal penyalahgunaan wewenang atau abuse of power yang dilakukan secara berlebihan oleh Ferdy Sambo. Sebab Haris menilai, dalam konteks HAM, tetap saja Brigadir J tidak pantas menerima perlakuan sekejam ini meski telah melakukan kekerasan seksual.

Baca Juga: Dugaan Pelecehan Seksual Putri Candrawathi Bisa Ringankan Hukuman Ferdy Sambo, Sindiran Pakar Hukum: Bukan Urusan Komnas HAM

"Ferdy Sambo waktu datang ke Mabes Polri kan dia bilang ini untuk menjaga kehormatan keluarga. Kan juga banyak konfliknya di situ, dalam artian apa begini cara membalasnya?" kata Haris.

"Nah Komnas HAM harusnya melihat bahwa abuse of power-nya, penyalahgunaan wewenang yang berlebih yang mengakibatkan haknya seseorang. Nah mestinya yang dipotret itu," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: