Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keamanan Siber Perlu Dukungan Payung Hukum yang Komprehensif

Keamanan Siber Perlu Dukungan Payung Hukum yang Komprehensif Kredit Foto: Pintaria
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya untuk menjaga keamanan siber atau cybersecurity perlu di dukung payung hukum yang komprehensif untuk memastikan keamanan ekosistem digital bagi para pemangku kepentingannya.

“Berbagai kebijakan pembatasan sosial yang diberlakukan selama pandemi Covid-19 telah membawa perubahan dalam perilaku konsumen serta mempercepat transformasi digital Indonesia. Urgensi untuk menjamin keamanan siber menjadi semakin besar,” jelas Head of Economic Opportunities Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)  Trissia Wijaya.

Pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber perlu dilanjutkan dan dalam pelaksanaannya perlu melibatkan pihak swasta dan publik. Masukan dan best practice dari para pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk menciptakan UU yang mampu merespons permasalahan dan mengakomodir kepentingan semua pihak.

RUU ini kerap dikritik keras karena perumusannya di tahun 2019 minim dari partisipasi publik. RUU ini kemudian  dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional tahun 2020 dan 2021.

Trissia menjelaskan, penanganan ancaman kejahatan siber tidak berjalan optimal karena saat ini payung hukum keamanan dan ketahanan siber masih terfragmentasi di beberapa kementerian. 

Kurangnya payung hukum yang komprehensif menyebabkan adanya tumpang tindih wewenang dan tanggung jawab sehingga berpotensi menyebabkan tertundanya respons pemerintah terhadap ancaman siber yang semakin meningkat.

Penelitian CIPS memperlihatkan bahwa keamanan siber mencakup praktik, tindakan dan upaya melindungi ekosistem siber termasuk aset perusahaan dan pengguna, dari serangan berbahaya yang bertujuan mengganggu kerahasiaan, integritas dan ketersediaan infornasi atau data.

Aset-aset yang dimaksud, termasuk tapi tidak terbatas pada, perangkat komputasi yang saling terhubung, infrastruktur penting, server, jaringan, dan informasi yang disimpan atau ditransmisikan dalam ekosistem siber.

Untuk mendapatkan RUU yang responsif dan mengakomodir kepentingan semua pemangku kepentingan, CIPS merekomendasikan, antara lain, perlunya Public-Private Dialogue (PPD) dalam pembahasan RUU.

PPD dapat menjadi sarana dalam pertukaran informasi dan pengalaman yang relevan, membuat kebijakan lebih tepat sasaran dan bisa dilaksanakan dengan baik, serta didukung oleh pemangku kepentingan secara luas.

Selanjutnya perlu revisi RUU Keamanan dan Ketahanan Siber juga diperlukan agar peran, tanggung jawab dan pihak mana saja yang terkait dalam mengatasi ancaman keamanan siber terdefinisikan dengan jelas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Bagikan Artikel: