Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Daripada Bikin Bingung, Pengamat Minta Presiden Jokowi Tolak Tegas Kemungkinan Maju di Pilpres 2024

Daripada Bikin Bingung, Pengamat Minta Presiden Jokowi Tolak Tegas Kemungkinan Maju di Pilpres 2024 Kredit Foto: Twitter/Joko Widodo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seperti diketahui, wacana Presiden Jokowi maju sebagai cawapres terus dihembuskan. Meskipun sudah berkali-kali dibantah Jokowi, tetapi saja itu muncul lagi-muncul bahkan di akar rumput, muncul kelompok relawan yang menamakan diri sebagai Seknas Prabowo-Jokowi. 

Tak cuma mengkampanyekan duet Prabowo-Jokowi, relawan ini  juga mengajukan gugatan judicial review atas Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Pasal itu mengatur soal persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

Baca Juga: Serang Presiden Jokowi Tanpa Data Akurat, Pengamat Ingatkan Langkah AHY

Gugatan ini sudah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 92/PUU/PAN.MK/AP3/09/2022. Berkas gugatan diteken langsung oleh Ketua Koordinator Sekber Prabowo-Jokowi 2024-2029 Ghea Giasty Italiane. Berkas mereka diterima MK pada Senin (19/9) pekan lalu.

Tak hanya relawan, Prabowo juga sudah menanggapi isu yang sedang hot itu. Prabowo yang saat ini memang lagi dekat-dekatnya dengan Jokowi dan kerap dipasang-pasangkan, tak menghalangi bila bosnya di kabinet itu berniat akan maju sebagai cawapres. 

"Mungkin saja", kata Prabowo.

Baca Juga: Presiden Jokowi Sering Difitnah, Tapi Kali Ini Super Keji! Cak Nanto Geram: Cara Andi Arief Sangat Buruk

Melihat wacana ini semakin berkembang liar di masyarakat, Guru Besar Ilmu Politik, Prof Maswadi Rauf angkat bicara. Dia menyarankan agar Presiden Jokowi terang-terangan saja menolak wacana maju sebagai cawapres tersebut. 

Agar tidak mengundang kecurigaan publik. Karena orang-orang di sekitar Jokowi masih membuka kemungkinan-kemungkinan tersebut.

"Bukan hanya karena pertimbangan aturan Undang-undang, tapi lebih kepada pertimbangan unsur kepatutan. Presiden Jokowi harus malu dong, gengsi dong. Bangsa kita harus lebih beradab lah," kata Prof Maswadi, tadi malam.

Baca Juga: Rocky Gerung Sebut Anies Baswedan Tidak Direstui Presiden Jokowi Maju di Pilpres 2024: Seluruh Genderuwo akan Jegat Anies!

Selain faktor kepatutan, ia juga khawatir upaya memonopoli kekuasaan lebih dari 2 periode itu, dapat membuka jalan kekuasaan yang otoriter. Contohnya Putin, itu selama 20 tahun bolak-balik menjabat Perdana Menteri, Presiden, Perdana Menteri lalu Presiden lagi. 

"Itu konyol dan otoriter. Kalau Jokowi punya keinginan itu, berarti otoriter," sentilnya.

Contoh lain adalah mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos yang mengubah konstitusi negaranya agar bisa berkuasa lebih lama.

"Untung umur dia pendek," ingatnya.

Menurutnya, perpanjangan masa jabatan lewat opsi cawapres ini sangat berbahaya dan hanya menguntungkan oligarki. 

"Rakyat Indonesia harus menolak," ujarnya.

Mantan Ketua MK Prof Jimly Asshidiqie juga ikut menyampaikan penolakan. Dengan tegas, dia mengatakan bahwa presiden Jokowi tidak bisa maju lagi di Pilpres 2024 mendatang. Meskipun dalam posisi sebagai cawapres. Karena, Presiden dan Wapres itu satu paket. 

"Intinya Presiden Jokowi tidak bisa nyalon lagi. Titik," tegasnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tak Jadi Turun Tangan dalam Pemecatan Ferdy Sambo, Ini Kata Kadiv Humas Polri

Namun, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan tidak ada larangan Presiden Jokowi maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 nanti. Karena presiden dan wakil presiden itu adalah dua hal yang berbeda. 

"Pakai ilmu apapun dalam konstitusi, tidak ada larangan presiden 2 periode jadi cawapres. Karena presiden itu satu hal dan wapres itu hal lain. Wapres itu nggak ada kewenangan apapun, dia hanya bekerja kalau diperintah oleh presiden," kata Margarito, saat dikonfirmasi, tadi malam.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tak Jadi Turun Tangan dalam Pemecatan Ferdy Sambo, Ini Kata Kadiv Humas Polri

Ia sepakat bahwa Presiden dan Wakil Presiden adalah satu paket sebagaimana disebut Jimly. Di mana wakil presiden bisa menggantikan presiden yang mangkat atau diberhentikan. 

"Betul, tapi pertanyaannya adalah bukankah pemilu adalah peristiwa hukum yang mengakhiri 2 periode itu? Sehingga cawapres tidak bisa dihitung 3 periode," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Bagikan Artikel: