B20 Indonesia 2022 Finance & Infrastructure Task Force (F&I TF) telah mengidentifikasi bahwa untuk menutup kesenjangan infrastruktur akan terus menjadi prioritas yang konsisten setiap tahun bagi F&I TF, meskipun dengan fokus yang berbeda pada cara untuk mencapainya. Terlepas dari kenyataan bahwa pendanaan campuran (blended finance) secara luas diakui sebagai cara yang berpotensi efektif untuk meningkatkan profil risiko-tingkat pengembalian transaksi dan membantu memobilisasi pendanaan sektor swasta, blended finance belum diterapkan pada skala yang cukup signifikan untuk menutup kesenjangan infrastruktur.
F&I TF telah menetapkan blended finance sebagai area fokus utama dalam rekomendasi kebijakannya kepada G20 - khususnya di bawah rekomendasi “Meningkatkan akses ke sumber pembiayaan yang terjangkau dan sesuai untuk infrastruktur”.
blended finance adalah pendekatan strukturisasi yang memungkinkan organisasi pembiayaan dengan tujuan yang berbeda untuk berinvestasi atau memberi pinjaman bersama satu sama lain sambil mencapai tujuannya sendiri (baik itu imbal hasil finansial, dampak sosial, atau kombinasi keduanya). Pendanaan ini memerlukan penggunaan strategis modal katalistik dari sumber publik atau filantropis untuk meningkatkan investasi sektor swasta agar dapat memberi dampak pada pembangunan global. Namun, saat ini blended finance belum maju dan perlu ditingkatkan secara signifikan, terutama di negara-negara berkembang.
Baca Juga: Kolaborasi B20-L20 Indonesia Dukung Pemulihan Sektor Ketenagakerjaan Global
Ridha Wirakusumah, Chair B20 Finance & Infrastructure Task Force, dan CEO di Indonesia Investment Authority, mengatakan bahwa baik investasi publik maupun swasta, keduanya memainkan peran kunci dalam pembiayaan infrastruktur. blended finance menggabungkan pembiayaan publik konsesional dengan pembiayaan swasta nonkonsesional dan keahlian dari sektor publik dan swasta, entitas bertujuan khusus, pembiayaan proyek non-recourse, instrumen mitigasi risiko, dan struktur pendanaan gabungan. Ini termasuk kemitraan pemerintah-swasta yang memperkecil risiko spesifik investasi dan memberi insentif terhadap adanya tambahan pembiayaan sektor swasta di seluruh sektor pembangunan utama yang dipandu oleh kebijakan dan prioritas pemerintah daerah, nasional, dan lokal untuk pembangunan yang berkelanjutan.
“Bagaimana struktur instrumen blended finance ini diatur juga perlu dipertimbangkan dengan cermat karena kita ingin agar bank pembangunan, lembaga keuangan pembangunan, dan mekanisme lain seperti kemitraan pemerintah-swasta dapat memanfaatkan potensi sesungguhnya dari blended finance demi pembangunan yang berkelanjutan.” ujar Ridha.
Dalam kesempatan yang sama, Radju Munusamy, B20 Finance & Infrastructure Task Force Policy Manager dan Partner di PwC Indonesia, menambahkan jika dalam sepuluh hingga 15 tahun terakhir, kita telah menyaksikan munculnya pendekatan baru dan inovatif terhadap investasi yang berupaya menyeimbangkan imbal hasil finansial dan sosial. Para dermawan dan donatur tradisional semakin bergantung pada skema pembiayaan inovatif untuk meningkatkan pembiayaan investasi di samping bantuan pembangunan yang lebih tradisional.
“Basis pemangku kepentingan yang sedang berkembang kini berupaya untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari aset-aset yang dibangun dengan lebih hemat energi dan ramah lingkungan, yang dapat dibiayai melalui struktur blended finance,” ucapnya.
Baca Juga: Sambut Joint Statement B20 dan L20, Menaker: Berikan Dampak Baik di Tingkat Nasional dan Global
F&I TF pun memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelenggarakan acara “Blended Finance Seminar and Knowledge Exchange”. Acara ini didukung oleh PwC Indonesia sebagai Knowledge Partner dari B20 F&I TF, dan Convergence Blended Finance, jaringan keanggotaan global yang menghasilkan data blended finance, intelijen, dan arus transaksi untuk meningkatkan investasi sektor swasta. Tujuan dari acara ini adalah untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang blended finance - karakteristik dan pola dasar, tren, tantangan, dan peluang, dan bagaimana blended finance dapat digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memfasilitasi transisi energi.
Joan M. Larrea, Chief Executive Officer di Convergence, mengatakan bila Blended finance dapat berguna untuk meningkatkan investasi infrastruktur di negara-negara berkembang. Penerapan strategis keuangan campuran dapat meredakan kekhawatiran investor dan memperlancar transisi menuju proyek-proyek yang bankable.
“Untuk menarik pembiayaan komersial dalam jumlah besar secara konsisten ke sektor infrastruktur, pemerintah dan mitra pembangunan perlu menggunakan serangkaian pendekatan campuran dan menjadikan mobilisasi modal swasta sebagai bagian inti dari strategi mereka,” tambahnya.
Selain itu, Julian Smith, B20 Finance & Infrastructure Task Force Knowledge Partner Team Leader dan Infrastructure Leader, PwC Indonesia, menuturkan billa jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menutup kesenjangan infrastruktur sangat besar – peningkatan yang signifikan dari investasi sektor swasta memainkan peran penting dalam membantu menutup kesenjangan ini, terutama bagi negara-negara berkembang.
Saat ini terdapat banyak rintangan yang menghambat investasi sektor swasta ke negara berkembang, dengan imbal hasil yang seringkali tidak sepadan di mana tingkat risiko yang tinggi (yang nyata maupun dirasakan) menjadi hambatan yang signifikan. “Blended finance bertujuan untuk menciptakan profil risiko-tingkat pengembalian yang dapat diterima, yang pada gilirannya akan memobilisasi investasi sektor swasta ke proyek-proyek pembangunan yang kurang layak secara komersial ini,” tutup Julian.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: