Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menuju Net Zero Emission, Indonesia Butuh Dana yang Tidak Sedikit

Menuju Net Zero Emission, Indonesia Butuh Dana yang Tidak Sedikit Petugas melakukan perawatan panel surya pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Rabu (21/9/2022). Angkasa Pura I mengoperasikan PLTS untuk menyuplai energi listrik di gedung parkir bandara sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan energi baru terbarukan guna menekan emisi karbon sekaligus untuk mendukung penyelenggaraan KTT G20 di Bali. | Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
Warta Ekonomi, Jakarta -

Cita-cita pemerintah Indonesia untuk mencapai bauran energi hijau atau net zero emission (NZE) pada tahun 2060 rasanya akan menemui banyak tantangan, salah satunya terkait biaya untuk mencapai hal tersebut. 

Analis kebijakan Direktorat Konservasi Energi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Robi Kurniawan mengatakan untuk mendukung tercapainya NZE pada 2060 membutuhkan biaya yang sangat besar jadi estimasinya kurang lebih per tahunnya US$28 miliar.

"Jadi, biayanya sangat besar untuk berbagai kebutuhan untuk pembangunan pembangkit energi terbarukan untuk mendukung NZE," ujar Robi dalam Indonesia Sustainable Energy Week dipantau virtual, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga: Konsumsi Listrik Indonesia Diprediksi Akan Melonjak 6 Kali Lipat pada 2060

Selain biaya yang mahal, Robi mengatakan proyeksi kebutuhan listrik Indonesia diperkirakan akan melonjak hingga enam kali lipat pada 2060.

"Demikian juga konsumsi listrik per kapita saat ini masih sekitar 1.000-an kilowatt hour per kapita, diperkirakan di tahun 2060 kebutuhan listrik per kapita kita hampir menyentuh 6.000 kilowatt hour per kapita," ujar Robi dalam Indonesia Sustainable Energy Week dipantau virtual, Kamis (13/10/2022). 

Robi mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan energi yang naik enam kali lipat tersebut ada beberapa potensi yang kemudian akan dioptimalkan dan ini berdasarkan permodelan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.

"Jadi yang akan mendominasi ke depan adalah tenaga surya, kemudian disusul juga dengan beberapa pembangkit energi terbarukan lainnya, jadi ditargetkan di tahun 2060 semua pembangkit dihasilkan dari pembangkit energi terbarukan," ujarnya.

Lanjutntya, untuk mendukung keandalan sistem, dibutuhkan dukungan storage, baik itu pumping storage maupun berbasis kepada baterai.

Robi menyebut bahwa komposisi baurannya ke depan surya akan berperan signifikan, dan nuklir menjadi salah satu opsi bagi Indonesia, yang digunakan sebagai base load di dalam memenuhi bauran energi listrik untuk memenuhi demand.

"Faktor lain yang menjadi kunci adalah jaringan, jadi dengan jaringan saat ini saja kita tentu tidak bisa mencapai NZE, oleh karena itu kita perlu mengintegrasikan jaringan yang ada di Indonesia, jadi beberapa pulau utama itu diinterkoneksikan dengan supergrid dan beberapa grid ini sudah masuk di dalam RUPTL kita, sementara beberapa lainnya sudah dibahas dalam narasi RUPTL selanjutnya," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: