Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Awasi Peyebaran Hoaks dan Politik Identitas di Media Sosial

Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Awasi Peyebaran Hoaks dan Politik Identitas di Media Sosial Kredit Foto: Rahmat Saepulloh

Adapun Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ahmad Fauzi, atau lebih dikenal sebagai Ray Rangkuti menilai, masifnya penggunaan media daring atau online sebagai sarana kampanye karena dinilai efektif pada pesta demokrasi mendatang.

Masifnya penggunaan media sosial oleh masyarakat utamanya tokoh politik disebabkan biaya yang tak mahal, daya jangkau yang luas, dan apa yang dinarasikan bisa bertahan lebih lama. "Hampir semua partai politik atau yang disebut-sebut sebagai calon presiden, hampir tak mungkin tidak menggunakan media sosial. Karena mereka yang digadang-gadang sebagai calon presiden itu meraup popularitas mereka melalui media sosial," ungkapnya.

Baca Juga: Cegah Serangan Maya, Bawaslu akan Gandeng BSSN dan Kominfo

Ray tak menyangkal media sosial bakal menjadi sarana kampanye paling aktif pada 2024. Namun, dengan segala kelebihannya tersebut, kampanye yang ada di media sosial cenderung berisikan negatif, hoaks, dan politik identitas.

"Tantangan terberat kita bukan pada negative campaign (kampanye negatif), tapi hoaks dan politik identitas. Negative campaign harusnya menjadi tradisi dan dikembangsuburkan. Namun, sekarang ini negative campaign cenderung menjadi hoaks, politik identitas, bahkan turun menjadi black campaign (kampanye hitam)," jelasnya.

Untuk itu, peran Bawaslu sangat penting guna menangkal hoaks, politik identitas, dan kampanye hitam sehingga kampanye yang beredar di tengah masyarakat lebih banyak pesan positif dan menghilangkan hoaks maupun kampanye hitam.

"Bawaslu menjadi garda terdepan untuk bisa menjadi mata publik dalam konteks mensubstansialisasi isi kampanye yang akan datang agar lebih banyak pesan positif dan negatifnya dibanding black campaign-nya, politik identitasnya, maupun hoaksnya," ungkapnya.

Sampai saat ini, lanjut Ray, belum ada aturan yang tegas mengenai politik identitas. Hal itu membuat penyelenggara pemilu cukup sulit melakukan penindakan terkait hal tersebut. Maka itu, dirinya mendorong agar Bawaslu memiliki divisi khusus dalam menangani masalah tersebut.

"Orang menganjurkan untuk memilih sosok yang memiliki kepercayaan yang sama, itu politik identitas, tapi apakah itu dilarang atau tidak, ini yang kita belum punya definisi tegas. Sebab, memilih karena kepercayaan yang sama itu boleh saja dan tidak dilarang. Maka itu, saya mendorong Bawaslu memiliki desk khusus dan mulai menguatkan investigasi," pungkasnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: