Ngaku Gak Takut, Saat Kiamat Tiba Para Miliarder Samakan Dirinya Bak Dewa
Saat Douglas Rushkoff diundang untuk berbicara dengan sekelompok miliarder teknologi di sebuah resor pribadi di gurun pasir, dia merasa sudah mempersiapkan dirinya dengan maksimal. Ternyata dia salah.
Douglas, seorang penulis, ahli teori dan profesor di City University of New York, diminta untuk membahas "masa depan teknologi."
Baca Juga: Mau Bangun Rumah 'Anti Kiamat', Miliarder Peter Thiel Diserang Organisasi Pencinta Lingkungan
Douglas mendapat bayaran yang banyak, sekitar sepertiga dari gaji profesornya selama setahun, selain juga ditanggung penerbangannya dan naik 'limousine' selama tiga jam ke lokasi yang dirahasiakan.
"[Ketika saya tiba], bukannya membawa saya ke atas panggung, mereka membawa lima orang ini ke ruangan tempat saya bersiap-siap. Dan mereka berkata, 'ini tempatnya'," katanya kepada program Drawing Room milik ABC Radio National.
Kelima orang itu adalah "investor teknologi papan atas dunia, pejabat lembaga keuangan" dan setidaknya dua dari mereka adalah miliarder.
Awalnya, Douglas ditanya hal-hal yang dianggapnya biasa.
"Mereka menanyakan semua pertanyaan umum yang diajukan investor teknologi, seperti, 'apa yang lebih baik, Bitcoin atau Ethereum? Virtual reality atau augmented reality?'" katanya.
Tapi lama-lama arah pembicaraan berupa, ia jadi tahu mengapa diundang ke gurun.
"Bagaimana saya mempertahankan otoritas saya atas pasukan keamanan yang saya miliki setelah 'peristiwa' itu?" salah satu pria bertanya.
Selandia Baru atau Alaska?
Douglas mengatakan 'peristiwa itu' yang dimaksud adalah sebutan untuk akhir zaman, yang bisa berupa "kehancuran lingkungan, kerusuhan sosial, ledakan nuklir, badai matahari, virus yang tak bisa dihentikan, atau peretasan komputer berbahaya yang akan menghancurkan segalanya."
Kelima orang ini adalah orang kaya-raya yang yakin peradaban manusia dapat runtuh kapan saja.
Mereka sangat ingin mendengar pendapat Douglas bagaimana caranya bisa menghindar dari itu.
Seseorang bahkan bertanya, tempat mana yang paling aman saat hari terakhir itu terjadi: Selandia Baru atau Alaska?
Yang lain sudah menyiapkan bunker dan penjaga keamanan.
Ada banyak pertanyaan soal penjaga ini, seperti 'Bagaimana membayar mereka saat crypto tidak berharga lagi? Apa yang akan menghentikan mereka mendengar perintah? Mungkin penjaga robot akan lebih baik?'
"Hampir seluruh pembicaraan membicarakan skenario Walking Dead," katanya, yang mengacu serial kiamat zombie yang diangkat ke layar kaca.
Tapi Douglas merasa tidak bisa membantu menjawabnya.
Ya, dia memang seorang ahli bidang "manusia otomatis di era digital", tetapi dia lebih menganggap dirinya sendiri sebagai "ahli teori media Marxis" daripada seorang futuris.
Saat pertemuan terjadi, profesor ini akhirnya punya kesimpulan soal "orang-orang terkaya dan paling berkuasa yang pernah bersamanya" itu.
"Saya mulai melihat mereka sebagai orang yang menyedihkan," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: