'Orang-orang Inggris Sombong Pilih Brexit, tapi Malah Dapat Rishi Sunak'
Ekonom Fitra Faisal Hastiadi telah menganalisis Rishi Sunak mampu terpilih sebagai perdana menteri di tengah situasi ekonomi sulit yang melanda Inggris. Situasi itulah yang ternyata mampu melangkahi para pesaingnya di kontestasi tersebut.
Ketika Sunak maju, awalnya dia tidak sendirian karena ada tiga sampai empat orang termasuk Boris Johnson masuk di last minute. Sayangnya, yang lain tidak jadi maju dan ada yang mundur termasuk Johnson dengan alasan ragu-ragu terhadap situasi sulit di Inggris.
"Boris Johnson yang awalnya menyatakan akan maju namun khawatir situasi akan semakin sulit. Termasuk Penny Mordaunt yang juga akan maju namun akhirnya juga tidak maju," kata Fitra, dalam paparan daring yang diselenggarakan Narasi Institute.
"Jadi Rishi Sunak akhirnya terpilih karena tidak ada lagi yang merasa sanggup untuk maju. Tapi apakah Sunak adalah orang yang tepat nanti waktu yang akan membuktikannya," imbuhnya.
Sementara itu, Fitra menambahkan, Brexit di Inggris, mengutip Traver Noah, terjadi karena orang-orang Britania Raya (UK) ingin menjauhi para imigran. Namun pada gilirannya, sekarang merekalah mendapatkan Rishi Sunak, seorang imigran keturunan India-Afrika.
Penerimaan orang orang di UK terhadap Sunak juga kurang antusias. Ada yang mengatakan Sunak tidak mewakili mayoritas masyarakat UK dan dia bukan kulit putih.
"Yang menjadi pertanyaan apa yang membuat Inggris akhirnya menjadi sampai seperti ini. Lalu munculnya Liz Truss sampai kemudian Sunak ya sebetulnya dari Brexitnya itu," tuturnya.
UK, kata ekonom itu, terlalu jumawa terhadap Brexit. UK keluar dari Brexit karena UK merasa lebih hebat dari negara negara lain di Eropa. Dan ketika UK keluar dari Brexit ini mulai muncul banyak masalah termasuk semakin turunnya pendapatan per kapita di UK.
"Data yang kami miliki menggambarkan UK akan dapat kembali bangkit jika UK bekerja sama lagi dengan Uni Eropa (UE). Jadi UK tidak bisa keluar dari globalisasi. Karena orang saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama lain saat ini," terangnya.
Sementara itu, Fitra mengutarakan bahwa Truss memiliki tokoh politik idola yakni Ronald Reagan dan Margareth Tatcher, namun terdapat perbedaan dalam hal kepemimpinan.
"Truss ini political idol-nya adalah Reagan kedua adalah Tatcher tetapi dia tidak melakukannya secara sempurna seperti Tatcher. Tacher ini adalah pemangkas inflasi meskipun dia juga memiliki elemen Reagan TaxCap bukan pada subsidi energinya," ujarnya.
Lalu bagaimana Truss tidak berkoordinasi dengan baik dengan UK Bank of England. Melihat Amerika Serikat di masa Kennedy tahun 1961, dalam pidato in agurasinya Kennedy mengatakan "Ask not what your country can do for you --ask what you can do for your country,” ini artinya pelibatan masyarakat, engage dengan pemerintah sangat kuat.
Yang menjadi pembeda antara Truss dan Sunak dalam kebijakan ekonomi negara juga sangat kontras. Truss menggebu-gebu dalam menerapkan kebijakannya tapi gagal sedangkan Sunak membawa alternatifnya.
"Truss lebih mengejar trickle down effect dari orang kaya agar turun ke bawah tapi kemudian mengabaikan bank central. Dan berbagai kebijakan Truss lainnya yang membuat market bergejolak dan menentang kebijakan Truss yang bertahan hanya 45 hari," paparnya.
"Lalu kemudian muncullah Rishi Sunak, yang mungkin saja bukan karena Rishi Sunaknya keren tapi memang karena tidak ada lagi yang mau maju saat ini. Karena bisa jadi akan 'dilempar batu' oleh masyarakat Inggris," pungkas Fitra.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto