Fitch Ratings memperkirakan harga rata-rata minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) akan jauh lebih rendah pada tahun 2023. Lantaran, output industri yang kemungkinan akan lebih tinggi.
Harga yang lebih rendah akan melemahkan margin dan Earning Before Interest Tax, Depreciation, and Amortization (EBITDA) produsen Asia, dan menghasilkan leverage yang lebih tinggi. Namun, EBITDA juga harus didukung oleh hasil buah dan produksi minyak yang lebih tinggi. Profil arus kas bebas (FCF) produsen juga harus mendapat manfaat dari pelepasan modal kerja.
Baca Juga: Pekan III Dibuka, Harga CPO Domestik Tercatat Meningkat Lagi
"Kami mengasumsikan harga patokan CPO Malaysia rata-rata US$800/ton pada tahun 2023, dibandingkan US$1.200/t pada tahun 2022. Namun, penurunan drastis dalam ekspektasi pasar akan lonjakan pasokan minyak nabati global tahun depan kemungkinan disebabkan oleh Perang Rusia-Ukraina, merupakan risiko terbalik utama untuk asumsi harga kami," seperti dilansir dari laman Fitch Ratings.
Data industri terbaru menunjukkan bahwa imbal hasil cenderung naik dari kuartal III-2022 (3Q22), mengikuti Semester I-2022 (1H22) yang lemah. Diperkirakan produksi akan meningkat lebih lanjut selama tahun depan dengan cuaca yang lebih baik dan gangguan terkait banjir yang lebih rendah, dengan produsen di Malaysia juga memperoleh keuntungan dari peningkatan arus masuk pekerja asing.
Perusahaan melaporkan lonjakan persediaan di 1H22 karena harga yang tinggi. Produsen di Indonesia juga sangat terpengaruh oleh larangan ekspor selama tiga minggu sejak akhir April 2022 yang menyebabkan lonjakan stok lokal. Fitch Ratings memperkirakan harga yang lebih rendah dan dimulainya kembali ekspor dari Indonesia akan membantu pelepasan modal kerja mulai Semester II-2022 (2H22).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum