Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan perekonomian nasional saat ini dalam tren positif dan masih tumbuh kuat. Dengan capaian itu, optimisme proses pemulihan ekonomi terus dijaga. Meski begitu, pemerintah perlu tetap waspada terhadap ancaman risiko global.
Rincian tren positif ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di atas 5% selama 4 triwulan berturut-turut, bahkan pada triwulan III mencapai 5,72% (year on year/yoy). Selain itu, inflasi mulai menunjukkan penurunan ke level 5,71% (year on year/yoy) di bulan Oktober, dan relatif moderat dibandingkan negara-negara lain.
Baca Juga: Febrio Kacaribu: Kemenkeu Ikut Sepakat Koperasi Tetap Diawasi Kemenkop, Bukan OJK
"Di sisi lain, neraca perdagangan bertahan surplus dalam 30 bulan berturut-turut. Tak sampai di situ, indeks PMI tetap ekspansif dalam 14 bulan terakhir, walaupun tetap perlu dicermati karena dalam satu bulan terakhir mengalami penurunan," dikutip berdasarkan keterangan resmi Kemenkeu, Kamis (1/2/2022).
Sementara itu, risiko global yang perlu diwaspadai datang dari faktor geopolitik, penerapan zero-covid-policy di Republik Rakyat Tiongkok yang menyebabkan ekonomi negara itu melambat, serta dampak pengetatan kebijakan moneter di negara maju untuk pengendalian inflasi.
Kemenkeu juga membeberkan kemungkinan dampak yang akan dirasakan Indonesia akibat risko tersebut di antaranya perlemahan ekonomi global, peningkatan suku bunga global, pemicu aliran modal keluar, serta timbulnya tekanan terhadap nilai tukar.
Maka dari itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 dirancang untuk tetap menjaga optimisme pemulihan ekonomi. Namun, pada saat yang sama meningkatkan kewaspadaan dalam merespons gejolak global yang masih terus berlangsung.
"APBN 2023 sendiri dirancang dengan defisit 2,84% dari PDB. Ini mencerminkan langkah penyehatan keuangan negara dan konsolidasi fiskal yang hati-hati. Kenaikan suku bunga global secara cepat disertai volatilitas nilai tukar dan arus modal, mengharuskan pemerintah meningkatkan ketahanan dan keamanan dalam pembiayaan," dikutip dari keterangan resmi Kemenkeu.
Baca Juga: Isu Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan RUU P2SK, Pengamat: Kemenkeu Perlu Lebih Cermat
Defisit APBN 2023 sebesar Rp598,2 triliun dikelola sangat hati-hati, termasuk dengan mengandalkan cash buffer yang dilakukan sejak tahun 2022. Utang Indonesia masih dalam tingkat aman, namun tetap harus dikelola dengan teliti karena inflasi global sangat tinggi dalam 40 tahun terakhir.
"Kami mengharapkan agar DIPA Kementerian/Lembaga dan Daftar Alokasi TKD di tahun 2023 dapat ditindaklanjuti, sehingga APBN 2023 dapat dilakukan di awal tahun, dan masyarakat serta perekonomian dapat merasakan manfaat secara langsung dan maksimal," harap Menkeu Sri Mulyani dalam laporannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Ayu Almas