Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Melihat Peluang Indonesia dalam Sidang Perkara Ekspor Nikel di WTO

Melihat Peluang Indonesia dalam Sidang Perkara Ekspor Nikel di WTO Pekerja mengalirkan cairan feronikel yang sudah lebur di pabrik Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra PT Aneka Tambang (ANTAM) di Pomalaa, Kolaka, Sultra, Selasa (8/5). Dengan posisi keuangan cukup solid sebesar Rp6,07 triliun PT ANTAM terus mengembangkan perluasan proyek strategis sehingga total kapasitas terpasang produksi feronikel ANTAM pada akhir 2018 akan meningkat 50 persen dari 27 ribu menjadi 40,5 ribu ton nikel dalam feronikel (TNi). | Kredit Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kekalahan Indonesia dalam persidangan gugatan larangan ekspor nikel yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menjadi sebuah hal yang harus dicermati guna memenangkan banding ataupun mengambil kesempatan untuk meneruskan hilirisasi di dalam negeri. 

Sebagaimana diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa Indonesia kalah dalam persidangan gugatan larangan ekspor nikel yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Memutuskan bahwa kebijakan larangan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri terbukti melanggar ketentuan WTO," ujar Arifin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (21/11/2022).

Baca Juga: Energy Watch: Gugatan Uni Eropa Ke WTO Jadi Bukti Ketergantungan Dunia Terhadap Industri Baterai Indonesia

Hal tersebut merupakan hasil final putusan panel WTO di Dispute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor nikel Indonesia yang dicatat dalam sengketa DS 592.

Berdasarkan putusan tertanggal 17 Oktober 2022, dijelaskan bahwa Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

Meski kalah dalam persidangan tersebut, Arifin mengatakan bahwa pemerintah berpandangan bahwa keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.

"Sehingga masih terdapat peluang banding dan tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh Dispute Settlement Body," ujarnya. 

Selain melakukan banding atas putusan tersebut, Arifin menilai bahwa keputusan tersebut juga membuat pemerintah terus mempertahankan kebijakan hilirisasi yang ada di dalam negeri. 

"Perlu mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral dengan mempercepat proses pembangunan  smelter kita," ungkapnya.

Perjalanan Sidang Masih Panjang

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan memang ini perjalanan yang panjang, sudah cukup lama gugatan dilakukan oleh Uni Eropa dan akhirnya diputuskan juga oleh WTO bahwa Indonesia kalah.

"Tapi saya melihatjya bahwa perjalanan ini ataupun perjuangan ini masih belum selesai," ujar Mamit saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Kamis (1/12/2022).

Mamit mengatakan bahwa perjalanan masih panjang, di mana Indonesia masih bisa melakukan banding dan masih ada proses lainya yang harus dijalani. 

Oleh karena itu, ia mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Luar Nergei untuk dapat terus melakukan komunikasi dengan negara-negara Uni Eropa ataupun negara lain termasuk Tiongkok yang merupakan investor terbesar terkait hilirisasi nikel. 

"Sehingga mereka bisa memberikan dukungan kepada kita terkait dengan perlawanan yang kita lakukan, baik pengajuan banding yang kita lakukan," ujarnya. 

Lanjutnya, dengan banyaknya komunikasi, menjalin hubungan, berdiskusi, maka Indonesia bisa menjelaskan kepada pihak yang menggugat ini, dan ini diharapkan bisa memberikan dampak positif. 

"Komunikasi ini saya kira sangat penting sekali dan saya mengharapkan Kementerian ESDM mencari lawyer yang sudah mumpuni dalam melakukan perlawanan terhadap putusan WTO tersebut sehingga kita masih bisa," ucapnya. 

Perlu Pengacara Top

Mamit berharap agar pemerintah dapat menemukan pengacara yang andal untuk dapat menghadapi banding atas kalahnya Indonesia atas gugatan larangan ekspor nikel yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

Menurutnya, pemerintah lebih baik mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk dapat memenangkan banding daripada harus kalah dari gugatan tersebut.

"Mudah-mudahan pemerintah bisa menemukan lawyer yang andal dan paham bagaimana mekanisme melawan gugatan WTO, memang ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, tetapi daripada kita kalah dari gugatan tersebut, maka kerugian yang akan kita alami akan lebih besar," ujar Mamit saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Kamis (1/12/2022). 

Mamit menyatakan kesiapannya untuk menjadi garda terdepan untuk menyampaikan kepada masyarakat dan memberikan dukungan terhadap pemerintah untuk terus melakukan banding terhadap keputusan WTO.

 

Menurutnya, putusan tersebut memberikan dampak negatif terhadap investasi, dampak negatif juga terhadap masyarakat terutama di daerah penghasil nikel di Indonesia.

"Mari sama-sama kita berdoa agar Indonesia bisa terus melakukan perlawanan terhadap putusan WTO tersebut dan kita bisa memenangkan banding yang akan dilakukan pemerintah karena tanpa dukungan daru masyarakat akan agak sulit, maka oleh karena itu kita sama-sama bersatu memberikan dukungan kepada pemerintah," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: