Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dosen ITB: Pembangunan Jabar di Bawah Ridwan Kamil Hanya Kosmetik Saja

Dosen ITB: Pembangunan Jabar di Bawah Ridwan Kamil Hanya Kosmetik Saja Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Mohammad Jehansyah Siregar PhD menilai langkah Gubernur Jawa Barat Jabar Ridwan Kamil yang membangun Masjid Raya Al Jabbar dengan menggunakan dana APBD adalah sah.

"Namun ada baiknya APBD yang dimiliki Pemprov ini dipergunakan untuk menata kawasan di Jabar," kata Jehansyah.

Jehansyah menilai selama Ridwan Kamil menjabat sebagai Wali Kota Bandung atau Gubernur Jabar, tidak ada perubahan yang sangat berarti dalam pembangunan dan tata ruang di kota Bandung dan di kota-kota di Jabar.

Pembangunan fisik dan elementer juga tidak terlihat selama Kang Emil berkuasa di Kota Bandung atau Jabar. Bisa disebut contohnya adalah pembangunan Bandung Planning Gallery, yang hingga saat ini pemanfaatannya belum optimal.

"Kang Emil pernah membuat rusunawa di Sadang Serang dan Rusunawa Rancacili. Namun skema yang tersebut tak berhasil dan mangkrak. Bahkan saya pernah sampaikan jangan sampai Rusunawa Rancacili dijadikan tempat shooting film Pengabdi Setan 3. Disain yang dibuat bagus namun mangkrak," kata Jehansyah.

Diakui Jehansyah, Kang Emil sangat senang dengan konsep smart city. Namun selama ia menjabat Wali Kota, belum bisa menjadikan kota Bandung sebagai smart city.

Harusnya dengan Kang emil bisa menjadikan Kota Bandung sebagai Conscious City. Bukan lagi smart city sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs) ke 11 yaitu sustainable cities and communities.

"Selama ia menjabat sebagai Wali Kota Bandung ia hanya melakukan perbaikan sebagian kecil taman kota dan trotoar. Bisa dikatakan pembangunan yang Kang Emil lakukan hanya kosmetik saja (City Beautification). Belum menyentuh hal yang fundamental yang menjadi kebutuhan masyarakat Bandung atau Jabar. Harusnya APBD yang ada dapat dimanfaatkan lebih optimal menuju SDGs,"kata Jehansyah.

Jehansyah juga menyoroti masih tingginya pengangguran, kawasan kumuh dan liar di Bandung atau di kota megapolitan lainnya di Provinsi Jabar.

Contohnya saja masih banyak kawasan kumuh dan liar di sepanjang bantaran kali Cikapundung. Jehansyah mengakui memang masyarakat tak bisa menagih capaian yang instan dari Kang Emil ketika menjabat Walikota dan Gubernur.

"Namun setidaknya kepala daerah sudah menghasilkan suatu sistim yang berkelanjutan. itu yang dinamakan on the right track  ke city without slums. Kota Bandung belum mengarah ke city without slums. Contohnya penataan Taman Sari di Cikapundung. Tepatnya dibelakang Baltos. Sampai saat ini penataan itu belum juga selesai. Padahal sudah lebih 7 tahun. Padahal penataan itu hanya berdampak pada 168 KK. Belum lagi masalah badlock hunian di seluruh Bandung Raya yang mencapai 300 ribu KK. Harusnya ketika Kang Emil menjadi Gubernur Jabar, itu bisa ia selesaikan,"ucap Jehansyah.

Dari sisi lingkungan, Jehansyah melihat belum ada gebrakan regulasi yang sangat berarti dari Ridwan Kamil. Seperti menyediakan minimal 30% ruang terbuka hijau (RTH) di kota Bandung dan kota megapolitan lainnya di Jabar. Di Kota Bandung sendiri RTH masih dibawah 10%. Padahal penyediaan minimal 30% RTH merupakan amanat UU Tata Ruang dan Perda. RTH itu seharusnya dipusatkan di sepanjanga bantaran sungai.

Jehansyah menyayangkan Kang Emil tidak bisa memenuhi 30% RTH tersebut. Padahal penggembangan wilayah di luar kota Bandung sangat agresif. Menurut Jehansyah seharusnya dengan ia menjabat sebagai Gubernur Jabar dapat menggunakan alokasi APBD untuk menguasai tanah untuk membenahi kawasan kumuh dan memberikan hunian yang nyaman bagi warga kota Bandung dan Jabar.

Saat ini pembangunan kawasan di luar kota Bandung sangat agresif. Jehansyah menilai tak ada sama sekali intervensi pemerintah kota dan pemerintah provinsi untuk menguasai lahan untuk membenahi kawasan kumuh di kota Bandung.

Saat ini kawasan di luar kota Bandung dikuasai konglemerat properti yang menggembangkan ke arah komersial. Sehingga Kang Emil dinilai Jehansyah gagal mengangkat masyarakat kelas bawah untuk tak tertinggal seperti yang ada di SDG's (no one left behind and no place left behind)

Dengan adanya APBD Pemprov yang cukup besar, seharusnya Pemrov dapat mengambil peran dalam penguasaan lahan tersebut. Bukan dipergunakan untuk pembangunan yang tak fundamental dan tak berpengaruh signifikan bagi kesejahteraan masyarakat Jabar.

Seharusnya sebagai Gubernur menurut Jehansyah, Kang Emil memiliki kewenangan yang lebih untuk mengatur lintas wilayah di Jabar. Minimal ada peran pemerintah untuk menguasai lahan di Jabar untuk penggembangan kawasan. Sebab tugas utama kepala daerah adalah memperhatikan serta memberdayakan masyarakat marginal yang berpenghasilan rendah.

"Artinya selama Ridwan Kamil menjabat sebagai Walikota Bandung belum punya strategi yang jitu dan efektif memenuhi amanat UU Tata Ruang tersebut. Ia belum memiliki strategi bagaimana meningkatkan RTH 30% Harusnya Kang Emil punya peran yang lebih ketika menjadi walikota Bandung dan Gubernur Jabar. Minimal ketika ia jadi walikota minimal ada pertambahan RTH 5%. Itu yang dinamakan on the right track,"kata Jehansyah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: