Pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup Dianggap Ahli Sebagai Kemunduran Demokrasi
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengatakan, akan menjadi kemunduran demokrasi jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan sistem pemilu proporsional terbuka.
Menurut Ujang, sistem proporsional terbuka masih lebih baik diterapkan. Sebab, kata dia, demokrasi itu harus melahirkan kompetisi.
"Nah kompetisi yang sehat ada dalam sistem proporsional terbuka," ujar Ujang melansir dari AKURAT.CO, Senin (9/1/2022).
Baca Juga: Waduh Gawat! Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu Disebut Kuatkan Oligarki, Ini Alasannya!
Menurut Ujang, sistem proporsional tertutup sangat rawan. Sebab, hanya calon anggota legislatif (caleg) yang memiliki kedekatan dengan ketua umum (ketum) partai saja yang akan duduk di Senayan.
"Ini (sistem tertutup) rawan anggota legislatif membayar ketua umum partai untuk bisa jadi. Untuk menjadi wakil rakyat, tinggal tidur dengan sendirinya akan bisa jadi," ujar akademisi Universitas Al Azhar Indonesia ini.
Sedangkan dalam proporsional terbuka, setiap caleg harus berkompetisi. Para caleg harus bergerak menyampaikan visi misi dan mendekati rakyat agar dapat terpilih dan meraup suara terbanyak di pemilu.
Baca Juga: Pengamat Minta PDIP Tidak Ngotot Soal Sistem Proporsional Tertutup dalam Pemilu 2024, Ini Alasannya!
"Jadi kan adat ikhtiar dan pendekatan caleg kepada masyarakat. Jadi memang plus minus terkait proporsional tertutup atau terbuka kalau melihat saat ini," terangnya.
Diketahui, Perdebatan sistem pemilihan umum (Pemilu) 2024 terus menjadi perhatian. Hal ini seiring dengan uji materi terhadap UU 7/2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai penerapan sistem proporsional tertutup.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Advertisement