Pemilu Proporsional Tertutup Dinilai Bakal Kuatkan Oligarki, Ini Alasan PDIP Ngotot Pakai Sistem ini?
Publik saat ini tengah menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pemilu apakah akan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka atau memutuskan menjadi tertutup.
Menurut, Akademisi Universitas Djuanda Aep Saepudin Muhtar, jika sistem proporsional tertutup digunakan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 berpotensi menguatkan oligarki.
Baca Juga: 8 Partai Politik Tolak Pemilu Gunakan Sistem Proporsional Tertutup, PDIP: Kami Ikut Putusan MK
"Sistem ini justru berpotensi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) oleh elite partai," kata pria yang akrab disapa Gus Udin saat menjadi pemateri seminar bertajuk "Transformasi Gerakan Mahasiswa Menuju Keemasan Indonesia Tahun 2045" di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, seperti dilansir dari Republika (10/1/2023).
Menurutnya, sistem proporsional tertutup juga akan menyebabkan tidak maksimalnya calon legislatif dalam melakukan kerja-kerja elektoral dalam meraup suara pada Pemilu 2024.
Ia menilai, sistem proporsional tertutup juga akan melemahkan peran partai politik, karena mesin partai hanya bekerja sendiri tanpa dukungan dari para calon legislatif.
"Hal ini tentunya berimbas pada mesin partai yang hanya berjalan sendiri tanpa dorongan dan dukungan dari calon-calon yang memiliki elektabilitas tinggi di masyarakat," ujar Gus Udin dalam seminar yang digagas oleh Aliansi BEM Se-Bogor Barat.
Baca Juga: Waduh Gawat! Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu Disebut Kuatkan Oligarki, Ini Alasannya!
Sementara, Koordinator BEM Se-Bogor Barat, M Aminnullah, menyebutkan bahwa pihaknya menolak sistem proporsional tertutup karena karena dianggap dapat mencederai nilai-nilai demokrasi.
"Karena bertentangan dengan pasal 1 ayat 2 tentang kedaulatan serta pasal 22e tentang pemilu," kata Aminnullah yang merupakan Mahasiswa Institut Ummul Quro Al Islami.
Menurutnya, sistem proporsional tertutup dapat merebut kedaulatan rakyat karena tidak dapat menentukan siapa yang pantas untuk dapat duduk di bangku parlementer. Serta dianggap membatasi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kontestasi Pemilu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Advertisement