Awas! Aksi TKI vs TKA China Bisa Dijadiin Senjata Eropa buat Serang Indonesia, Ini Alasannya
Kredit Foto: PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI)
Tenaga kerja asing (TKA) China dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara menggelar demonstrasi yang berujung kerusuhan. Pahitnya, dua buruh dari mereka tewas.
Pemicunya, para buruh PT GNI mengajukan sejumlah tuntutan dan perusahaan telah merespons sehingga menjanjikan penerapannya. Namun hanya ada satu tuntutan para buruh yang belum terpenuhi.
Itu adalah terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) beberapa buruh yang melakukan mogok kerja. Pihak manajemen PT GNI menerangkan tidak dapat dilakukan karena masih ada dinas tenaga kerja dalam hal itu.
Menerima hal itu, sekitar 500 buruh kembali beraksi dengan mogok kerja. Padahal PT GNI tercatat memiliki sekitar belasan ribu buruh yang bekerja di perusahaan itu.
Pekerja lain yang tidak menerima aksi ratusan buruh mogok kerja itu melawan dan berakhir dengan bentrok. Ini termasuk para TKA China dan TKI.
Pegiat media sosial Eko Kunthadi mengatakan bahwa isu anti-China kembali diangkat sejalan dengan demonstrasi mematikan di PT GNI. Ia menganggap isu dikipaskan kembali oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.
"Isu merembet, ketika terjadi bentrok kecil, para pekerja diprovokasi ... sehingga terjadi pemukulan terhadap TKI yang diduga dilakukan TKA China. Banyak para TKA tidak mau ribet dnegan organisasi buruh yang ada," kata Eko, seperti dikutip Warta Ekonomi.
Ujung-ujungnya, kata Eko, sejumlah kerugian yang diterima perusahaan, pekerja yang tidak bentrok hingga lingkungan pun mau tidak mau diterima. Ia menilai itu masuk aksi anarkisme.
"Banyak bangunan terbakar, ada asrama perempuan yang dijarah massa yang bentrok. Ini bukan demo buruh, ini masuk ke aksi anarkisme," ujarnya.
Menurut Eko, PT GNI yang merupakan perusahaan patungan antara Indonesia dan China adalah smelter nikel. Pada konteks ini, nikel tengah digalakkan produksinya oleh Presiden Joko Widodo dan jajarannya.
"Kejadiannya di smelter nikel, yang dinarasikan Jokowi sebagai awal lompatan ekonomi, yang saat kejadian melibatkan TKA china yang menolak mogok kerja dan TKI," imbuh Eko.
Saking berbahayanya isu anti-China, jelas Eko, bahan bakar untuk menyulutnya tersedia. Sekelompok orang yang ingin memanaskan sentimen rasis itu mulai melancarkan aksinya dengan informasi menyesatkan.
"Bahan bakar menyulut isu anti-China udah pas, gerombolan mereka langsung gercep, posting seolah-olah ada bentrok serius antara TKI vs TKA, ada penganiayaan TKI oleh TKA, padahal TKI yang menolak kerja juga banyak, juga bukan TKA yang menolak, kan enggak semua TKI hobi demo," papar pegiat media sosial itu.
Eko mengaitkan permasalahan antarburuh ini dapat menjadi kerugian bagi Indonesia yang tengah disorot Uni Eropa dan Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) atas ekspor nikel.
"Kalau dilihat dari kacamata yg lebih besar, soal nikel ini di Indonesia lagi diserang oleh Uni Eropa lewat WTO, Uni Eropa marah karena Indonesia melarang ekspor nikel mentah, Indonesia mau proses nikel jadi barang setengah jadi atau jadi barang jadi. Aktivitas PT GNI salah satunya smelter nikel, mereka lah yang memproses ini menjadi barang setengah jadi," terangnya.
Perlu diketahui, sidang WTO sudah digelar dan Indonesia dinyatakan kalah. Artinya keputusan sidang itu memaksa Indonesia kembali menjual nikel mentah dari dalam negeri.
Baca Juga: Gugatan di WTO Siap Dilawan Demi Hilirisasi, Jokowi: Ini Kedaulatan Kita!
"Menjual barang tambang mentah, tapi Pak Jokowi ngotot, dia meminta para menterinya untuk bersiap siap mengajukan banding, bukan apa apa, itu hasil tambang kita yang dikeruk dari bumi Indonesia," ujar Eko.
Padahal, lanjut Eko, pendapatan ekspor nikel Indonesia naik drastis, mulanya Rp17 triliun, setelah diolah lalu diekspor peningkatannya menjadi Rp360 triliun.
Ia mengingatkan, orang Eropa nantinya yang menikmati hasil tambang Indonesia. Dalam konteks itulah kejadian PT GNI menjadi menguntungkan buat negara negara eropa.
"Bukan gak mungkin isu tersebut akan dijadikan salah satu dasar negara Eropa untuk mendesak Indonesia mendesak dengan isu-isu perburuhan dan ini barangkali bisa menampar wajah kita," pungkas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait:
Advertisement