Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CENTRIS Sebut China Lakukan Spionase Lewat Microchip Perangkat Elektronik

CENTRIS Sebut China Lakukan Spionase Lewat Microchip Perangkat Elektronik Kredit Foto: Reuters/Paul Yeung
Warta Ekonomi, Jakarta -

China disinyalir memiliki kemampuan melakukan kegiatan spionase ilegal di seluruh dunia, melalui microchip yang ditanam pada barang-barang elektrik dan elektronik buatan mereka yang di ekspor keluar negeri.

Kemampuan Beijing ini, dilansir oleh Asian Lite International dalam laporan hasil riset dan investigasi mereka beberapa waktu lalu, yang menyebutkan China menanam microchip di berbagai produk elektroniknya, antara lain komputer laptop, speaker pintar yang dikontrol suara, jam tangan pintar, lemari es, bola lampu.

Selain itu, beberapa peralatan lain yang dapat dikontrol melalui aplikasi seperti kamera polisi yang dikenakan di tubuh, kamera bel pintu, kamera keamanan, mesin pembayaran kartu bank, mobil bahkan hot tub, juga telah disusupi microchip, menurut laporan Asian Lite International.

Mekanisme transfer data dari berbagai perangkat elektrik maupun elektronik yang dilakukan Tiongkok, yakni dengan menancapkan microchip Internet of Things (IoT) seluler, untuk mengumpulkan data lalu mengirimkannya melalui jaringan 5G.

Asian Lite Internasional menyebut barang-barang elektrik hingga elektronik yang diekspor Beijing dan banyak beredar diseluruh dunia, tentunya menjadi ancaman nyata bagi keamanan negara, ekonomi, privasi dan HAM negara-negara yang mengimpor barang buatan China.

Melihat hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mengingatkan pemerintah Indonesia dan pemimpin dunia lainnya untuk lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap barang-barang buatan China yang membanjiri pasar dalam negeri masing-masing.

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa menghimbau agar negara-negara dunia khususnya Indonesia agar meningkatkan kemampuan tekhnologi dan produksi barang-barang elektrik atau elektronik agar tidak lagi bergantung dengan barang-barang China.

"Pertama, aksi spionase ilegal China seperti yang tertera dalam laporan Asia Lite Internasional, jelas mengancam kedaulatan suatu negara,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis (2/2/2023).

Para pemimpin dunia khususnya pemerintah Indonesia, lanjut AB Solissa, seyogianya melakukan protes keras kepada Beijing dan membawa permasalahan kegiatan mata-mata ilegal China ke pengadilan internasional.

Saat ini tercatat sedikitnya tiga perusahaan perangkat China yakni Quectel, Fibocom dan China Mobile, yang telah menguasai 54 persen pasar global dengan konektivitas hingga 75 persen.

Berbagai perusahaan elektrik dan elektronik antara lain Dell, Lenovo, HP, dan Intel, pembuat mobil Tesla dan perusahaan pembayaran kartu Sumup, diketahui menjadi langganan tetap dari tiga perusahaan perangkat China tersebut.

Sama halnya dengan perusahaan China yang lain, tiga perusahaan itu juga mau tidak mau menyerahkan data yang dikumpulkan kepada pemerintah Beijing.

“Ini artinya Beijing memiliki dan dapat mengakses serta ter-akses ke seluruh perangkat elektrik dan ekektronik ‘made in China’ yang juga digunakan oleh beberapa objek vital suatu negara seperti pusat pemerintahan hingga militer,” tutur AB Solissa.

Cara-cara spionase ilegal China ini juga ditanggapi serius oleh Diplomat Inggris yang pernah bertugas di China, Hong Kong, dan Taiwan, Charles Parton, yang mengatakan para menteri di negaranya telah gagal mengambil tindakan serius dalam menangani IoT seluler Beijing yang ditanam dalam barang impor mereka.

Teknologi ‘Trojan horse’ menimbulkan ancaman luas terhadap keamanan nasional Inggris, menurut laporan yang dikirim ke pemerintah Inggris oleh Charles Parton.

Charles Parton meminta para menteri untuk mengambil tindakan segera untuk melarang IoT seluler buatan China dari barang yang dijual di Inggris sebelum terlambat.

IoT seluler  yang merupakan singkatan dari Internet of Things, adalah modul kecil yang digunakan dalam barang-barang elektrik hingga elektronik, mulai dari lemari es pintar hingga sistem senjata canggih, untuk memantau penggunaan dan mengirim data kembali ke pemilik dan pabrikan yang memproduksi barang tersebut dengan menggunakan 5G.

"Tiongkok telah melihat peluang untuk mendominasi pasar ini, dan jika itu terjadi, itu dapat mengumpulkan banyak data juga, juga dapat membuat negara asing bergantung pada mereka. Ketergantungan berbahaya ketika berada di tangan Partai Komunis China,” ujar Charles Parton.

Charles Parton menyebut membiarkan Beijing terus memproduksi barang dengan jumlah yang banyak dan harga yang murah, akan semakin memperparah ketergantungan negara-negara barat dan dunia terhadap produk China.

“Sejalan dengan itu, penyebaran barang yang meluas akan semakin mempermudah pemerintah di negeri tirai bambu itu untuk mengawasi gerak seluruh dunia,” pungkas Charles Parton.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: