Cuma Presiden Bisa Lindungi Anak-Anak dan Kaum Ibu dari Bahaya AMDK Tercemar Senyawa BPA
Banyak studi internasional yang selama beberapa tahun terakhir sudah menyebutkan bahaya BPA terhadap kesehatan, terutama pada janin, balita dan orang dewasa. Uni Eropa, Prancis, Kanada, Jepang, Malaysia dan 11 negara bagian di Amerika Serikat (AS) juga sudah melarang penggunaan plastik BPA untuk kemasan pangan.
Danone, perusahaan raksasa global asal Prancis, reputasinya dikenal tak begitu baik di dunia internasional. Pada awal 2023, nama Danone mencuat lagi setelah tiga organisasi lingkungan besar yakni, Surfrider, ClientEarth dan Zero Waste France, menyeret Danone ke pengadilan Prancis, dengan tuduhan gagal menangani masalah sampah plastik mereka di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, di mana Danone menjadi pemimpin pasar AMDK.
Menurut hasil audit merek terbaru lembaga Break Free From Plastic (BFFP) sepanjang 2018-2022, Danone berada dalam 10 besar pencemar sampah plastik terbesar di dunia bersama Coca Cola, PepsiCo, Unilever dan Nestle. Bahkan, BFFP mencatat Danone berada di urutan teratas selama tiga tahun berturut-turut sebagai pencemar sampah plastik di Indonesia.
Menyangkut ngototnya Danone mempertahankan bisnis AMDK galon bekas pakai yang mengandung BPA di Indonesia, sebenarnya bukan hal aneh buat tipikal perusahaan multinasional. Meskipun ironisnya, negeri asal Danone sendiri yakni Prancis, sudah melarang penggunaan BPA.
Suratkabar terkenal di AS, Washington Post (31/5/2009), mengungkapkan bagaimana para pemimpin industri yang menggunakan senyawa BPA berupaya melakukan perlawanan dengan segala cara, agar produk kemasan mereka tidak diregulasi.
Cara paling popular yang digunakan adalah dengan menggunakan jasa kampanye perusahaan public relations, dan aktif melakukan strategi lobi untuk mencegah jangan sampai pemerintah AS melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan.
Menurut Washington Post yang mendapatkan bocoran dokumen dari hasil rapat para eksekutif industri tersebut, mereka berupaya menghapus ketakutan publik tentang bahaya BPA. Target utama mereka tentu saja, “Para ibu muda yang mengatur keuangan di dalam rumah tangga dan lebih punya kepedulian terhadap masalah kesehatan”.
Mereka percaya bahwa “stabilitas industri mereka bisa dipertahankan jika bisa mengatur keseimbangan di badan legislatif dan menjangkau akar rumput (kaum ibu dan mahasiswa berusia 21-35 tahun).”
Taktik yang dilakukan bisa dengan menggunakan,”taktik menakut-nakuti” agar konsumen tak punya pilihan lain, selain menjauhi alternatif kemasan bebas BPA (karena diisukan lebih mahal atau berbahaya juga) dan tetap menggunakan kemasan yang mengandung BPA.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement