Dalam waktu dekat, Festival Payau Puan Paloh akan diselenggarakan pada Sabtu-Minggu (11-12 Maret 2023) di Aliran Paloh Blancang, Jl. Kota Cina Lingkungan VII, Kelurahan Paya Pasir, Medan Marelan.
Paloh Blancang adalah sebentuk aliran anak sungai di sekitaran pesisir yang berair payau, percampuran air tawar dan air asin ketika pasang surut laut. Paloh menjadi sesuatu yang sangat penting untuk mengukur kualitas air bersih. Bahkan, sepuluh tahun yang lalu warga masih mudah mencari udang di sepanjang paloh. Namun, sekarang jangankan udang, ikan pun tak ada sebab sudah dikotori sampah dan limbah plastik.
Baca Juga: Merayakan Indahnya Bertoleransi, Jababeka Gelar Spring Festival
Festival ini juga menjadi perayaan posisi dan fungsi perempuan pinggiran Paloh menikmati pasang surut air sebagai upaya menemukan, menggali, mempresentasikan kearifan lokal terkait ekosistem yang ada di area Paloh dalam bentuk ekspresi budaya. Kegiatan ini merupakan Program Layanan Produksi Kegiatan Kebudayaan Kategori Pendayagunaan Ruang Publik 2022-Perseorangan dari Indonesiana Kemendikbudristek.
Salah satu pekarya seni yang terpilih dari Medan, Herawanti Handayani, mengatakan bahwa Paloh menjadi pusat kreativitas kaum perempuan menciptakan pasar paloh, permainan tradisional, wisata air dengan merawat ekosistem yang ada di dalamnya.
"Ada 50 emak-emak memproduksi dan menjual kuliner maupun kerajinan tangan berciri khas pesisir di Pasar Paloh. Kita akan mengubah stigma kumuh, kotor, dan bau yang selama ini melekat di Paloh menjadi tempat yang bersih, asri, nyaman dan edukatif," sebutnya, Kamis (16/2/2023).
Pencemaran air di wilayah Paloh Blancang menurutnya memengaruhi cara mencari nafkah, bersikap, dan tradisi berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Masyarakat air Paloh yang selama ini bergantung pada kehidupan air mengalami kepanikan sosial dan ekonomi.
"Di sepanjang Paloh masih ditemukan beberapa jenis mangrove dan hutan nipah, biasanya ketika air pasang anak-anak sekitar paloh akan terjun bebas bermain air di paloh. Ketika air mulai surut, emak-emak bergegas mengayuh sampannya mencari lokan dan menancapkan bubu kepiting bakau," katanya.
"Setiap harinya mereka menyerut nipah yang nantinya dijual ke penampung untuk diolah jadi dupa dan atap. Selain itu, di pinggiran Paloh Blancang terdapat juga daun jaruju yang bisa diolah menjadi kripik serta ikan terubuk yang bisa diolah menjadi ikan asin, buah nipah juga bisa diolah jadi minuman segar," jelasnya.
Seiring dengan pembangunan kota yang makin cepat, berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, budaya dan perniagaan. Emak-emak dan kaum perempuan lainnya di pinggiran Paloh Blancang terpaksa meninggalkan Paloh. Mereka beralih profesi menjadi pemulung, buruh pabrik dan kuli pabrik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement