Meraih Peluang dari Kerjasama Perdagangan Indonesia-Australia
Australia selalu menjadi mitra dagang penting Indonesia. Hubungan kedua negara telah diperkuat dengan pelaksanaan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA) yang diyakini akan membawa banyak peluang perdagangan bagi Indonesia dan Australia, sekaligus membawa kemakmuran bagi kedua negara.
“Australia menawarkan keunggulan dalam hal teknologi dan keahlian industri, serta sebagai pasar barang industri. Dengan menjalin kemitraan dengan bisnis Australia, diharapkan Indonesia dapat mengakses teknologi dan sumberdaya terkini yang akan meningkatkan daya saing di pasar internasional,” kata Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian secara virtual dalam pertemuan Round Table Discussion: Indonesia & Australia Trade and Investement Initiative yang diselenggarakan oleh BDO Indonesia pada awal bulan ini.
Agus menyebutkan, Indonesia memiliki banyak peluang yang dapat dimanfaatkan dari kegiatan perdagangan internasional yang semakin terintegrasi. Melalui IA-CEPA, ia yakin dapat mendorong kinerja ekspor dan meningkatkan posisi Indonesia dalam Global Value Chain (GVC), serta meningkatkan daya saing dan meningkatkan arus masuk FDI.
Apalagi, investasi Australia di Indonesia mencapai USD 2,35 miliar, dan pada periode Q1-Q3 tahun 2022, investasi Australia di Indonesia mencapai USD 344 juta, dibandingkan tahun 2021 yang mencapai USD 195 juta. “Melalui kerjasama antara Indonesia dan Australia ini, kami berharap kedua negara saling menguntungkan dan bersama-sama mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, mari kita manfaatkan momentum ini bersama-sama, untuk melakukan transformasi ekonomi, menuju ekonomi regional dan global yang lebih baik,” terang Agus.
Hal senada juga diyakini Athanasius Tanubrata, CEO BDO Indonesia yang melihat Australia sebagai negara yang sangat penting dalam perdagangan luar negeri Indonesia. Namun, masih banyak aspek potensial yang dapat dimaksimalkan.
Untuk itu, BDO Indonesia dan Australia menghadirkan ruang untuk berdiskusi dan sharing antar pakar dan praktisi perdagangan dari kedua negara. “Event ini adalah wadah untuk mengidentifikasi kesenjangan hubungan antar pihak-pihak yang terlibat, meningkatkan kolaborasi, dan membuka peluang baru bagi bisnis di kedua negara. BDO siap membantu pengusaha dalam mewujudkan perdagangan internasional,” ujar Athanasius.
Tantangan Menembus Pasar Australia
Dalam sesi diskusi panelis Iwi Sumbada, Presiden PT Sekar Laut TBK, menjelaskan produk-produk makanan dari Indonesia memiliki pasar yang luas di dunia. Namun, selain memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi selera konsumen negara yang dituju, produsen juga harus memiliki standar tinggi. “Produsen harus bisa memenuhi standar internasional yang sudah ditetapkan, contohnya British Retail Consortium Global Standards yang berlaku di negara-negara Commonwealth seperti Australia. Dengan mempelajari standar tersebut, produsen dalam negeri dapat mengetahui bagaimana cara berpartisipasi di pasar global,” papar Iwi.
Sebagai produsen bahan makanan, Iwi melihat peraturan dan standar yang ditetapkan di pasar internasional sebagai upaya untuk melindungi konsumer. Hal ini demi menghadirkan produk yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, terlepas dari skala industrinya, setiap produsen lokal yang ingin memasarkan produknya ke luar harus bisa memenuhi hal tersebut.
Iwi juga turut mengapresiasi inisiatif pemerintah Indonesia yang telah menerapkan perjanjian perdagangan luar negeri seperti AI-CEPA yang semakin membantu produsen lokal untuk memasarkan produk mereka ke negara luar. Mekanisme ini berhasil mengeliminasi halangan dan menurunkan ongkos produksi ketika memasarkan produk ke Australia. “Dengan menghilangkan berbagai hambatan tarif, kami bisa menghadirkan produk dengan harga yang lebih kompetitif dan diterima di pasar Australia,” jelasnya.
Selain dukungan dari pemerintah, peran serta perusahaan swasta dan jaringan pengusaha juga sangat diperlukan untuk meningkatkan ekspor produk dari dalam ke luar negeri. Hal ini disebutkan oleh Shinta Melodi, Ketua Bidang Internasional, Investasi, dan Infokom BPD HIPMI Jaya. Menurutnya, industri lokal masih belum memiliki akses teknologi terbaru untuk memenuhi standar industri luar.
Shinta mengambil contoh bagaimana industri mebel lokal yang sulit untuk menembus pasar internasional karena keterbatasan teknologi produksi dan biaya logistik yang tinggi. Beberapa negara seperti Australia sudah menerapkan standar teknologi tertentu untuk mebel yang boleh dipasarkan di negaranya. “Hal ini tentu menjadi kendala bagi produsen usaha kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia. Di sini HIPMI hadir sebagai penghubung UMKM lokal dengan perusahaan yang bisa membantu memenuhi standar tersebut, baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” ujar Shinta.
Hal senada juga ditegaskan oleh George Iwan Marantika, Presiden Indonesia-Australia Business Council (IABC). Indonesia dan Australia, menurutnya, masih memiliki banyak potensi dalam pengembangan industri dan perdagangan antar negara. “Di antara ke dua negara, semangat dan kerangka berpikir untuk perdagangannya sudah ada. Tinggal bagaimana sektor swasta mengkapitalisasi hal tersebut, itu yang ingin kami wujudkan,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement