Misbakhun: Jangan Tunggu Jokowi Bicara Keras Soal Transaksi Janggal Kemenkeu!
Presiden Jokowi tidak selayaknya ikut mengurusi masalah yang terjadi di sebuah kementerian. Sejatinya masalah-masalah yang terjadi di dalam lembaga negara cukup diselesaikan secara internal tanpa campur tangan pihak lain.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, dalam diskusi Prime Time News bertema "Bongkar Penjegal Transaksi Janggal Rp349 Triliun" yang ditayangkan Metro TV, Sabtu (1/4/2023).
"Pak Jokowi itu diamnya kan memberi kesempatan kepada menteri-menterinya untuk bekerja dengan benar, menyelesaikan masalah-masalah internal kementeriannya dengan baik," ujarnya.
Menurut Misbakhun, Presiden tidak perlu angkat bicara dalam urusan pemberian sanksi untuk pegawai Kemenkeu yang terbukti melakukan pelanggaran. Juga soal bagaimana menanggapi temuan data yang sudah jelas arah dan tujuan serta cara menindaklanjutinya.
"Ini kan tugas menteri, level teknis pelaksanaannya. Tindak lanjut terhadap sebuah data yang kemudian perlu dikoordinasikan, perlu untuk disampaikan dalam bentuk tindakan-tindakan yang konkret," jelasnya.
Misbakhun mewanti-wanti agar pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kemenkeu tidak hilang begitu saja. Atau bahkan temuan-temuan yang ada justru dipakai sebagai pintu masuk untuk melegalkan tindak kejahatan yang seharusnya ditindak.
Dia menjelaskan, data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu seharusnya cukup diselesaikan oleh Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diketuai Menko Polhukam, Mahfud MD. Jangan malah pihak-pihak di luar komite yang memberi solusi untuk bagaimana harus bertindak, termasuk Presiden Jokowi.
"Saya berharap jangan sampai yang kemudian berbicara keras itu Presiden Jokowi sendiri. Kalau sampai yang bicara keras Presiden, itu artinya sinyal sangat keras yang kemudian menunjukkan bahwa kinerja kementerian yang bersangkutan itu menunggu teguran dari Presiden untuk bekerja," papar Misbakhun.
Mahfud sebelumnya memastikan bahwa data yang disampaikan hanya agregat dari 2009-2023 dengan angka Rp349 triliun, sebagaimana laporan PPATK.
Transaksi mencurigakan Rp349 triliun terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama yang melibatkan pegawai Kemenkeu sebesar Rp35 triliun. Kelompok kedua yang melibatkan pegawai Kemenkeu dengan pihak lain sebesar Rp53 triliun. Sedangkan kelompok ketiga berkaitan dengan kewenangan Kemenkeu selaku penyidik pidana asal yang mencapai Rp260 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, justru beda dalam menafsirkan data yang sama dari PPATK, sehingga menyebut pegawai Kemenkeu yang terlibat pencucian uang hanya sekitar Rp3,3 triliun.
Sebelum menghadiri rapat dengar pendapat Komite TPPU dengan Komisi III DPR pada Rabu (29/3/2023), Mahfud mengaku diminta Presiden Jokowi untuk memberikan penjelasan seterang-terangnya di depan parlemen. Rapat yang digelar terbuka berlangsung panas, namun ditutup dengan kesepakatan untuk menghadirkan kembali Komite TPPU dan Menkeu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Advertisement