Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ancaman Pembunuhan seperti yang Dilontarkan Peneliti BRIN Tak Bisa Dianggap Angin Lalu, Pakar Psikologi Forensik Beber Bahayanya

Ancaman Pembunuhan seperti yang Dilontarkan Peneliti BRIN Tak Bisa Dianggap Angin Lalu, Pakar Psikologi Forensik Beber Bahayanya Andi Pangerang Hasanuddin | Kredit Foto: Dokumen Pribadi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hebohnya ancaman peneliti BRIN, AP Hasanuddin, di media sosial yang akan membunuh warga Muhammadiyah gegara polemik penetapan 1 Syawal membuat Reza Indragiri Amriel ikut buka suara.

Pembicaraan seputar penetapan 1 Syawal yang berujung unggahan berupa ancaman terhadap warga Muhammadiyah itu juga melibatkan atasan AP Hasanuddin di BRIN, Thomas Djamaluddin.

Baca Juga: Jumhur Hidayat: Peneliti BRIN yang Teriak 'Halalkan Darah' Warga Muhamadiyah Jangan Di-PHK

"Viral, seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ancam bunuh warga Muhammadiyah. Mari menarik pelajaran dari situasi-situasi serupa di mancanegara," ujar Reza dalam keterangan tertulis kepada JPNN.com, belum lama ini, dikutip Kamis (27/4).

Dalam analisisnya, Reza yang juga anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan, POLTEKIP itu memberikan contoh mengerikan tentang peristiwa pembunuhan di luar negeri yang berawal dari pesan melalui media sosial.

"Sebelum menembak 19 murid dan 2 guru pada Mei 2022, Salvador Ramos mengirim pesan di akun Facebook-nya: 'Saya akan melakukan penembakan di sebuah SD'," demikian Reza memberikan contoh kasus.

Lalu, Travis McMichael juga meninggalkan jejak digital berupa pesan kebencian tentang kalangan tertentu, sebelum menembak orang dari kelompok sosial yang dia benci. "Tidak sebatas pembunuhan, Travis dikenai pasal kejahatan dengan latar kebencian (hate crime)," lanjut Reza yang juga pakar psikologi forensik itu.

Menurut Reza, seandainya informasi tentang pesan maut Salvador Ramos dan Travis sampai di kantor polisi, dan polisi meresponsnya secara efektif, tragedi hilangnya nyawa manusia akibat pembunuhan akan bisa dicegah.

Reza mengingatkan bahwa dua contoh di atas, dan masih banyak lagi contoh lainnya menunjukkan fakta bagaimana media sosial memainkan pengaruh penting dalam mendorong terjadinya pembunuhan.

"Yakni, lewat stigma buruk terhadap individu maupun kelompok target, melegitimasi kekerasan, serta merekrut calon-calon pelaku," tutur penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia itu.

Oleh karena itu, Reza menilai Polri perlu mengambil langkah tegas guna menginterupsi kekerasan di media sosial yang dapat bereskalasi menjadi kekerasan di dunia nyata. Terlebih lagi, dari redaksionalnya, kebencian dan ancaman pembunuhan oleh AP Hasanuddin itu tertuju tidak sebatas pada individu per individu, melainkan menyasar kelompok dengan latar identitas tertentu.

Hal itu menurut dia merupakan indikasi utama hate crime, yakni kejahatan yang dilakukan dengan menyeleksi para calon korban berdasarkan ciri atau identitas termasuk kelompok tertentu. "Ketika ancaman pembunuhan saja sudah tidak patut dipandang sebelah mata, apalagi jika ancaman itu diekspresikan dalam bentuk hate crime," ujar sarjana psikologi dari UGM itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: