Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sudah 1.000 Lebih WNI Diterbangkan dari Sudan, Kini Hampir Seluruhnya Pulang ke Indonesia

Sudah 1.000 Lebih WNI Diterbangkan dari Sudan, Kini Hampir Seluruhnya Pulang ke Indonesia Kredit Foto: Reuters/Facebook/Pusat Penerangan TNI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hampir seribu warga negara Indonesia (WNI) sudah dievakuasi dari perang yang berkecamuk di Sudan. Masih ada sekitar 100 orang yang menunggu diberangkatkan ke Indonesia dari lokasi transit di Jeddah.

Direktur Jenderal (Dirjen) Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Andy Rachmianto mengatakan, total ada 930 warga Negara Indonesia (WNI) telah dievakuasi dari Port Sudan ke Jeddah, Arab Saudi.

Baca Juga: Sebut Perang Saudara Sudan Jadi Mimpi Buruk buat Dunia, Mantan PM: Demi Tuhan, Perang Suriah hingga Yaman Itu Kecil

Dari jumlah itu, sebanyak 107 WNI masih berada di Jeddah dan menunggu kepulangan ke Indonesia.

"Kita masih ada lagi kurang lebih 107 (WNI) dari total 930 yang sudah kita keluarkan, total sekarang masih ada lagi di Jeddah 107 orang," kata Andy kepada wartawan di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (1/5/2023).

Andy menyebutkan, 107 WNI itu bakal dipulangkan ke Indonesia. Mereka akan diterbangkan menggunakan pesawat komersial.

“Insya Allah, rencananya akan kita pulangkan besok menggunakan pesawat Garuda Indonesia sehingga total, insya Allah, besok 930 (WNI) bisa kita pulangkan semua," ujar dia.

Selain itu, Andy mengungkapkan, masih ada sekitar enam hingga tujuh WNI yang berada di Sudan. Mereka belum dievakuasi lantaran belum terdaftar.

"Informasi ada beberapa warga negara kita yang masih belum terdaftar pada waktu kita memulai proses evakuasi. Jumlahnya tidak banyak. Catatan kemarin sekitar enam atau tujuh orang. Nanti bisa dikonfirmasi. Jadi, memang masih ada beberapa WNI yang pada waktu kita memulai registrasi belum sempat terdaftar, teregistrasi," ungkap Andy.

Meski demikian, sambung dia, pihaknya melalui KBRI Khartoum telah menerima data-data WNI yang belum dievakuasi. Saat ini, pemerintah sedang berupaya mengeluarkan beberapa WNI itu dari Sudan.

"Dubes kita di Khartoum sedang menyiapkan upaya agar mereka bisa segera kita keluarkan dari Sudan secepatnya," ujar dia.

Di samping itu, Andy menyampaikan, selain melalui Port Sudan, proses evakuasi juga dilakukan lewat perbatasan antara Sudan dengan Mesir. Upaya ini nantinya akan melibatkan KBRI di Kairo, Mesir.

"Nanti kedutaan besar kita di Kairo yang akan melakukan upaya pemulangan dari Kairo menuju Jakarta pada kesempatan pertama," tutur dia.

Dia menjelaskan, pesawat TNI AU yang membantu proses evakuasi melakukan penerbangan feri atau melakukan pemberhentian di beberapa lokasi.

"Ini adalah tahap ketiga atau kloter ketiga rombongan WNI yang sudah kita pulangkan, yang pertama tanggal 28 April yang lalu, tahap kedua adalah kemarin, dua-duanya menggunakan pesawat Garuda Indonesia," ujar Andy.

Dengan demikian, sambung dia, jumlah WNI yang sudah dipulangkan dari Jeddah menuju Jakarta sebanyak 823 orang. Proses pemulangan dilakukan melalui tiga tahap.

Sementara itu, Andy menyampaikan, 15 WNA yang turut dievakuasi menggunakan pesawat TNI AU menjadi tanggung jawab masing-masing negara asal setelah tiba di Jeddah.

"Pada proses evakuasi ini ada sejumlah warga negara asing yang juga kita bantu untuk keluar dari Sudan menuju Jeddah. Jadi, mereka setelah tiba di Jeddah diurus oleh perwakilan mereka masing-masing yang ada di Jeddah. Jadi, tidak kita pulangkan ke Indonesia karena ini urusan dari negara masing-masing melalui perwakilannya di Arab Saudi," ujar Andy.

TNI AU turut membantu evakuasi ratusan WNI dan warga negara asing (WNA) dari Sudan menuju Jeddah, Arab Saudi. Total ada sebanyak 344 WNI dan 15 WNA yang diangkut menggunakan pesawat Boeing 737-400 dengan nomor ekor A-7305 milik TNI AU.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo saat menyambut kedatangan pesawat tersebut di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Pesawat yang mengevakuasi sebanyak 75 WNI itu tiba sekitar pukul 14.00 WIB.

"Total yang sudah kami laksanakan di TNI AU sudah empat penerbangan dari Sudan melalui Port Sudan menuju Jeddah bolak-balik dan WNI yang kami bawa, khususnya oleh pesawat TNI AU sejumlah 344 dan juga ada 15 WNA yang kebetulan memohon bantuan kepada Kemenlu RI untuk dapat diangkut menuju Jeddah," kata Fadjar.

Fadjar mengatakan, 15 WNA itu berasal dari berbagai negara. Salah satunya yakni Australia. Dia mengungkapkan, proses evakuasi para WNI dan WNA itu pun berjalan lancar.

"Selama pelaksanaan (evakuasi) tidak ditemukan hambatan yang berarti. Syukur alhamdulillah, pelaksanaan penjemputan warga negara dan saudara-saudara kita ini berjalan lancar. Ini adalah berkat hasil dari kerja sama semua pihak, khususnya Kemenlu melalui kedutaan di sana dan KBRI di Jeddah serta juga dari TNI yang bertugas di sana," ungkap Fadjar.

Saling menyalahkan

Pasukan militer yang bertikai di Sudan saling menuduh pihak lawan melanggar gencatan senjata. Pertempuran mematikan di negara itu sudah memasuki pekan ketiga meski ada peringatan konflik mengarah pada perang saudara.

Ratusan orang tewas dan ribuan lainnya terluka dalam perebutan kekuasaan antara Angkatan Bersenjata Sudan dan paramiliter Rapid Support Force (RSF) yang pecah pada 15 April lalu. Kedua belah pihak mengatakan kesepakatan gencatan senjata resmi yang berakhir tengah malam akan diperpanjang 72 jam.

"(Perpanjangan gencatan senjata) untuk merespons seruan lokal, internasional, dan regional," kata RSF, Minggu (30/4/2023).

Angkatan bersenjata mengatakan, mereka berharap RSF yang mereka sebut "pemberontak" mematuhi kesepakatan, tapi tentara yakin RSF berniat terus menyerang. Pertempuran terus berlangsung sepanjang gencatan senjata yang disepakati dengan mediator, termasuk Amerika Serikat (AS).

Setelah terdengar pertempuran besar di dekat pusat Kota Khartoum pada Sabtu (29/4/2023) malam, situasi di kota itu pada Ahad pagi mulai tenang. Pertempuran antara tentara dan RSF memperebutkan ibu kota negara meluas ke permukiman warga.

Angkatan bersenjata mengatakan mereka menghancurkan konvoi RSF yang bergerak dari barat ke arah Khartoum. RSF mengatakan, tentara menggunakan artileri dan pesawat tempur untuk menyerang sejumlah posisinya di Provinsi Khartoum. Laporan di medan pertempuran belum dapat diverifikasi secara mandiri.

Tentara mengerahkan pasukan Polisi Cadangan Pusat ke selatan Khartoum dan akan mengerahkannya secara bertahap ke daerah lain di ibu kota.

Polisi Sudan mengatakan sudah mengerahkan pasukannya untuk melindungi pasar dan properti yang menjadi target penjarahan. Pada Sabtu lalu, RSF memperingatkan polisi untuk tidak terlibat dalam pertempuran.

Polisi Sudan memiliki banyak pasukan dan bersenjata lengkap serta pengalaman tempur dalam konflik di Darfur dan Pegunungan Nuba di selatan.

Pada Maret 2022 lalu, AS menjatuhkan sanksi pada pasukan cadangan polisi atas penggunaan kekuatan berlebihan pada pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer 2021.

Sejauh ini, tentara berhasil mendorong pasukan RSF menyebar ke berbagai penjuru Khartoum. Angkatan bersenjata menggelar serangan udara dengan menggunakan drone dan pesawat tempur.

Konflik ini mendorong puluhan ribu orang mengungsi keluar perbatasan dan mengiring Sudan terpecah belah. Konflik juga dapat merusak stabilitas kawasan dan memaksa negara-negara asing, termasuk Indonesia, melakukan evakuasi mendadak warga negaranya.

Dua orang pejabat Pemerintah AS mengatakan, Washington sudah mengirim sebuah kapal Angkatan Laut untuk mengevakuasi warga Negara AS. Inggris mengumumkan mengatur evakuasi tambahan dari Port Sudan.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, sudah hampir 1.000 warga AS dievakuasi dari Sudan sejak konflik pecah. Ia menambahkan, konvoi Pemerintah AS sudah tiba di Port Sudan untuk menjemput warga AS dan warga lain yang memenuhi syarat ke Arab Saudi untuk melakukan transit.

Namun, tampaknya situasi di Sudan semakin memburuk, Kanada mengatakan akan menghentikan evakuasi lewat udara karena "kondisi berbahaya." Prospek negosiasi juga tampak suram.

"Tidak ada prospek langsung, terdapat persiapan untuk perundingan," kata perwakilan khusus PBB di Sudan, Volker Perthes di Port Sudan.

Ia menambahkan, masyarakat internasional dan negara-negara di kawasan bekerja sama dengan kedua belah pihak yang bertikai. Perthes mengatakan, kedua belah pihak mulai lebih terbuka untuk melakukan negosiasi daripada sebelumnya.

Pemimpin Angkatan Bersenjata Sudan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan mengatakan, ia tidak akan pernah duduk bersama dengan Ketua RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo yang juga dikenal sebagai Hemedti, yang mengatakan hanya akan berunding bila tentara berhenti menyerang.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan, Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan bertemu dengan perwakilan Burhan, Daffalla Al-Haj Ali di Riyadh, dan menyerukan ketenangan. Arab Saudi memainkan peran penting sebagai mediator gencatan senjata.  

Kantor berita WAM melaporkan, Wakil Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mansour bin Zeyed juga menelpon Burhan. PBB melaporkan, hanya 16 persen fasilitas kesehatan di Khartoum yang beroperasi normal. Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengirimkan 8 ton bantuan medis.

Meski pengiriman pasokan ke Khartoum sudah disetujui, negosiasi dengan kedua belah pihak untuk memfasilitasi pengiriman ke kota itu masih dilakukan. Kepala bantuan kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan, ia akan datang ke Khartoum.

"(Untuk) mengeksplorasi bagaimana kami dapat membawa bantuan ke jutaan orang yang hidupnya berubah dalam satu malam," katanya.

Ia mendesak jalur aman bagi warga sipil yang hendak melarikan diri dari pertempuran. Griffiths juga meminta kombatan berhenti menggunakan personel, transportasi, dan fasilitas medis "sebagai tameng". Setidaknya sudah lima pekerja kemanusiaan tewas dalam pertempuran ini.

Sebelum konflik, sudah sepertiga dari 46 juta populasi Sudan membutuhkan bantuan kemanusiaan. Konflik menggagalkan transisi politik ke pemerintahan demokratis setelah militer menggulingkan mantan Presiden Omar Hassan al-Bashir pada 2019 lalu yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade.

Kementerian Kesehatan Sudan mencatat setidaknya sudah 528 orang tewas dan 4.599 terluka dalam perang ini. PBB melaporkan angka yang sama, tapi meyakini bahwa jumlah korban tewas yang sebenarnya lebih banyak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: