Rocky Gerung Nilai Pencapresan Ganjar Pranowo Bukti PDIP Sudah Kehilangan Jati Diri Partai
Pengumuman calon presiden (Capres) oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang bertepatan dengan Hari Kartini kemudian membuat publik berspekulasi bahwa PDIP akan menghadirkan figur perempuan dalam Pilpres 2024. Namun alih-alih Puan Maharani, Megawati mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang akan berkontestasi dalam pemilihan di tahun depan.
“Orang menganggap yang diundang ke situ (pencapresan) adalah seorang Kartini, ternyata yang datang adalah seorang Kartono. Bu Mega membuat uraian awal pidato narasinya adalah ini Hari Kartini, kita percaya pada kepemimpinan Kartini, dan Kartini mampu memberi keadilan. Jadi seluruh dimensi pembicaraan itu mengarah pada Puan, tapi tiba-tiba di belakang diucapkan ini untuk Ganjar,” kata pengamat politik Rocky Gerung, dikutip dari kanal Youtube Total Politik, Rabu (3/5/2023).
Rocky Gerung menyatakan bahwa hal ini yang kemudian menyebabkan ‘kemurungan’ di dalam internal PDIP. Pasalnya, Ganjar Pranowo dinilai tidak sesuai dengan latar belakang ideologi PDIP.
Baca Juga: Sinyal Ganjar Pranowo Akan Dijadikan Boneka Megawati, Rizal Ramli: KW-2 Jokowi
“Coba kita lihat keadaan setelah Ganjar diresmikan, mestinya ada gairah, sama seperti Pak Jokowi di periode pertama kan tiba-tiba bergairah (seolah) ada yang turun dari langit. Kalau Ganjar enggak ada yang bergairah karena semua orang tahu Ganjar bukan turun dari langit tapi gorong-gorong. Enggak terlihat keceriaan di kalangan PDIP,” katanya.
Ia memberikan contoh kinerja Ganjar Pranowo selama menjabat Gubernur Jawa Tengah, terutama dalam cara represifnya menangani kasus Desa Wadas yang sama sekali tidak mencerminkan paham Marhaenisme dan berpihal kepada wong cilik.
“Coba kita lihat, seluruh kebijakan Ganjar di Jawa Tengah itu menyebabkan stunting. Seluruh kegiatan Ganjar di Jawa Tengah menyebabkan problem ekologi. Hal-hal semacam itu mestinya sudah ditegur oleh Megawati kalau partai itu mau mengatakan kami pro wong cilik. Ganjar selama di Wadas mengkhianati Marhaenisme. Jadi partai ini kehilangan kemampuan untuk menghasilkan figur di mana orang percaya bahwa figur ini masih mewakili Bung Karno,” ungkapnya.
Dalam hal sepak terjang politik, Rocky Gerung melihat bahwa Ganjar Pranowo hanya berpolitik dengan cara yang ‘palsu’ sehingga tidak pernah mengadopsi cara yang dipakai oleh Soekarno.
“Ganjar enggak pernah mengucapkan sesuatu yang bahkan setara dengan pikiran Bung Karno. Ganjar melayani politik sebagai kegembiraan palsu, melayani milenial maka main seolah-olah milenial,” katanya.
Sementara itu, dibandingkan dengan Ganjar Pranowo, ia menyatakan bahwa Puan Maharani lebih dapat membawa dan menghadirkan nilai-nilai Soekarnoisme pada publik.
“Bagaimana pun Puan masih paham karena secara intuitif dia akan berupaya untuk mengalami semacam metastase. Jadi di tingkat metafisik pun Ganjar enggak mampu untuk mengingatkan publik bahwa dia adalah tetesan Bung Karno,”
Lebih lanjut, Rocky Gerung mengklaim bahwa PDIP sudah kehilangan jati diri partai yang mengedepankan ide-ide Soekarno. Baginya, kini PDIP sudah mengarah pada pragmatisme dalam menghadirkan kader-kader yang hanya berdasar pada elektabilitas saja.
“Bagaimana pun PDIP itu partai yang sudah tua, jadi dia mengalami kelelahan ideologis sehingga masuk ke dalam pragmatisme. Kan kita tahu apa lagi yang mau diucapkan PDIP tentang Soekarnoisme. Jadi secara mental ini partai udah ogah-ogahan. Itu konsekuensi dari partai yang di dalamnya enggak ada upaya untuk mengatakan bahwa dia harus suit and proper dengan semangat zaman,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Advertisement