Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkapkan, dalam 25 tahun reformasi, kontrol terhadap eksekutif dan kesetaraan setiap warga di hadapan hukum melemah.
Menurut pendiri SMRC, Saiful Mujani, cara untuk melihat kemajuan, kemunduran, atau stagnasi demokrasi Indonesia adalah dengan melakukan evaluasi secara teratur dalam 25 tahun tersebut.
Salah satu lembaga internasional yang melakukan evaluasi secara berkala tersebut adalah V-Dem (Varieties Democracy). V-Dem adalah lembaga akademik yang di dalamnya terdapat para ahli demokrasi di seluruh dunia.
“Ukuran utama tentang seberapa demokratis kita, salah satunya ditandai dengan seberapa kuat adanya oposisi atau seberapa kuat adanya kontrol atau checks and balances terhadap pemerintahan eksekutif,” jelas Saiful dalam rilis SMRC yang diterima wartaekonomi.co.id, Kamis (25/5/23).
Dengan menggunakan ukuran equality before the law dan pengawasan terhadap eksekutif menurut V-Dem, Saiful menunjukkan gejala kemunduran demokrasi di Indonesia. Dalam skala 0 sampai 1, di mana 0 sangat buruk dan 1 sangat baik.
Kemunduran Nilai Demokrasi di Era Jokowi.
Di masa Pemerintahan Jokowi, skor demokrasi Indonesia dalam komponen ini menurun sekitar 10 poin dari 0,52 di awal pemerintahan Jokowi menjadi 0,42 tahun 2022.
Saiful menilai bahwa salah satu persoalan melemahnya trend demokrasi ini karena melemahnya oposisi.
“Di periode pertama pemerintahannya, oposisi pada pemerintahan Jokowi masih cukup kuat, setidak-tidaknya tokoh yang menjadi lawan Jokowi dalam pemilu masih ada di luar pemerintahan, dalam hal ini adalah Prabowo Subianto dan Gerindra yang ada di parlemen,” demikian bunyi rilis tersebut.
“Namun di periode yang kedua, skor indeks pengawasan eksekutif dan kesetaraan warga di hadapan hukum Indonesia menurun di bawah 0,5 dan sekarang 0,42. Hal ini terjadi ketika oposisi melemah yang menandai kurangnya checks and balances atau pengawasan pada pemerintahan karena oposisi melemah,” tambahnya.
Saiful menyatakan bahwa memang pemerintah tentu punya keinginan agar pelaksanaan pembangunan berjalan stabil dan tidak ada gangguan. Tapi demokrasi menghendaki adanya opisisi yang bisa mengontrol pemerintah.
“Tidak bisa hanya karena memiliki niat baik, pemerintah menghilangkan hak publik untuk melakukan kontrol dan pengawasan. Kekuasaan harus dikontrol dan diawasi,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement