Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisruh Tembakau Disamakan dengan Narkoba: Pasal dalam RUU Omnibus Kesehatan Tidak Harmonis

Kisruh Tembakau Disamakan dengan Narkoba: Pasal dalam RUU Omnibus Kesehatan Tidak Harmonis Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Polemik Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan ditengarai karena ketidakpahaman atas cara pembentukan dan sifat undang-undang omnibus law. Faktor mental menerabas dan tidak peduli mutu juga dinilai ikut andil sehingga berpotensi menciptakan masalah lebih luas.

Ketua Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI), Riant Nugroho, menyebutkan, pada dasarnya penyusunan sebuah kebijakan, khususnya undang-undang kesehatan yang multi dan ultradimensi, memang tidak mudah. Maka semestinya diperlukan kehati-hatian dan tingkat ketelitian yang lebih tinggi.

Baca Juga: Kadin Jatim Nilai Pasal Tembakau di RUU Kesehatan Berpotensi Matikan IHT

"Ini yang merupakan penyakit mental yang disampaikan Prof Koentjaraningrat pada tahun '70 yang menjadi problem dalam pembangunan kita. Khusus undang-undang kesehatan, sudah tidak sepatutnya cara-cara ini digunakan lagi," ujarnya, kepada wartawan.

Lebih lanjut, Riant menjelaskan pendekatan dalam penyusunan undang-undang yang bersifat multidimensi bahkan ultradimensi ini tidak bisa dilakukan hanya dengan cara formal seperti voting dan dialog yang melibatkan banyak orang saja. Ada sejumlah hal yang perlu dipenuhi seperti memetakan siapa saja yang sebenarnya harus dilibatkan.

"Pertama, melibatkan mereka yang berkemampuan, bukan mereka yang berkekuasaan. Siapa yang berkemampuan? Ya mereka yang seharusnya terlibat dalam proses tersebut," jelasnya.

Dalam konteks melibatkan pertembakauan, misalnya, kata Riant, maka perlu menghadirkan sejumlah pihak yang benar-benar relevan. Mulai dari tenaga kesehatan, ahli bahasa Indonesia, ahli hukum, ahli kebijakan, ahli tanaman, antropolog yang membidangi pertanian tembakau dan lain sebagainya. Hal-hal inilah yang menurut Riant belum terpenuhi dalam proses penggodokan RUU Kesehatan yang didesain secara omnibus law ini.

Sebab faktanya, terjadi kisruh akibat penggolongan tembakau yang disamakan dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika sebagaimana tercantum dalam Pasal 154 di RUU Kesehatan ini.

"Ini kan berarti ada ruang-ruang baru yang harus kita buka, supaya kita tidak menjadi orang-orang yang menistakan karunia Tuhan," ujarnya.

Riant juga mengomentari pemerintah yang bersikukuh untuk menggabungkan 10 undang-undang ke dalam satu kebijakan berjudul Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Menurutnya, ada kebijakan tertentu yang memang sebaiknya tidak dipaksakan untuk dibuat secara omnibus law. 

Baca Juga: Diskriminatif dan Rawan Kriminalisasi, Petani Minta Pasal Tembakau dalam RUU Kesehatan Dicabut

Harmonisasi aturan harus diawali dengan harmonisasi gagasan, konsep, dan variabel-variabel yang ada.

"Kerangka berpikir dalam pembentukan omnibus law pun haruslah metodologis dan sistematis dan bukan akademis. Saya berani menyimpulkan bahwa tidak dilakukan harmonisasi sejak gagasan, makanya pasal-pasalnya tidak harmonis. Mungkin yang dilakukan harmonisasi kemauan," sindirnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: