Wacana Redenominasi Rupiah Timbul Tenggelam, Seberapa Siap Indonesia Lakukan Itu?
Indonesia sejak lama berencana melakukan redenominasi rupiah. Namun, rencana yang timbul tenggelam itu hingga kini tak kunjung terealisasi. Mengapa demikian?
Redaksi Warta Ekonomi telah merangkum serba-serbi redenominasi rupiah seperti berikut ini.
Apa Itu Redenominasi Rupiah?
Redenominasi didefinisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengurangi nilai tukar mata uang tersebut. Redenominasi rupiah dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi nilai rupiah terhadap harga barang atau jasa.
Baca Juga: Kembali ke Level Rp15.000, Nilai Tukar Rupiah Atas Dolar AS Lagi-Lagi Melemah
Redenominasi vs Sanering
Pembicaraan mengenai redenominasi kerap dikaitkan dengan sanering. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. Berikut adalah perbedaan redenominasi dan sanering.
Redenominasi:
- Merupakan penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukarnya;
- Redenominasi dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang. Contohnya, uang pecahan Rp1.000 ditulis menjadi Rp1 dengan nilai mata uang yang tidak berubah;
- Redenominasi dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil.
Sanering:
- Merupakan pemotongan nilai uang;
- Contoh sanering, nilai uang pecahan Rp1.000 diturunkan menjadi Rp100;
- Merujuk DJKN Kemenkeu, sanering dilakukan dengan tujuan penyehatan mata uang dan mengurangi jumlah uang beredar akibat inflasi;
- Sanering dilakukan dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil.
Regulasi dan Timeline Redenominasi Rupiah
Regulasi yang mengatur kebijakan redenominasi rupiah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2020 lalu. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 yang salah satunya menjelaskan tentang Rancangan Undang-undang tentang Redenominasi Rupiah.
Beberapa tahun sebelum Permenkeu Nomor 77/PMK.01/2020 ditetapkan atau tepatnya pada tahun 2013, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan ilustrasi uang hasil redenominasi. Ilustrasi tersebut menunjukkan desain gambar mata uang, di mana tiga angka pada pecahan rupiah dihilangkan setelah mengalami redenominasi sehingga Rp100.000 tertulis menjadi Rp100.
Wacana redenominasi kembali mencuat pada pertengahan tahun 2023. Hal itu bertepatan dengan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia periode Juni 2023. Dalam kesempatan tersebut, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa BI siap mengimplementasikan redenominasi rupiah. Hanya saja, landasan hukum redenominasi rupiah harus disepakati oleh pemerintah dan DPR terlebih dahulu.
"Redenominasi sudah kami siapkan sejak dulu. Mulai dari desain, tahapan, sudah kami siapkan, termasuk secara operasional dan langkah-langkahnya," pungkas Perry Warjiyo, Kamis, 22 Juni 2023.
Urgensi Redenominasi Rupiah
Urgensi mengenai rupiah pernah disampaikan oleh Gubenur Bank Indonesia periode 2013-2018, Agus Martowardojo. Dalam suatu kesempatan, Agus Martowardojo mengatakan bahwa penyederhanaan atau redenominasi rupiah bertujuan untuk membuat mata uang Indonesia lebih efisien. Selain itu, redenominasi membuat mata uang makin berdaulat, bergengsi, dan sejajar dengan mata uang negara lain.
Melalui redenominasi yang menghilangkan tiga nol pada pecahan mata uang, dinilai akan membuat aktivitas ekonomi dan transaksi menjadi lebih cepat. Tak hanya itu, redenominasi juga membuat pencantuman harga barang atau jasa menjadi lebih efisien karena kesederhanaan jumlah digit rupiah.
Kendati demikian, redenominasi dilakukan bukan tanpa risiko. Salah satu risiko dari redenominasi ialah meningkatkan biaya pencetakan uang baru. Selain itu, redenominasi juga dapat berisiko jika dilakukan pada waktu yang salah, misalnya akan terjadi lonjakan inflasi.
Hal demikian seperti yang disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, yakni redenominasi di waktu yang tidak tepat menimbulkan kekhawatiran hiperinflasi. Hal tersebut dipicu oleh perubahan nominal uang hasil redenominasi yang mengakibatkan pedagang menaikkan pembulatan harga ke atas.
"Pertimbangan utama jika memaksa redenominasi di saat inflasi masih tinggi adalah kekhawatiran terjadinya hiperinflasi yang dipicu oleh perubahan nominal uang hasil redenominasi mengakibatkan para pedagang untuk menaikkan pembulatan harga ke atas," ungkap Bhima, dilansir dari Kumparan, Senin, 26 Juni 2023.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait:
Advertisement