Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Laporan Terbaru Citi Ungkap Dunia Masih Kurang Perhatian Terhadap Kelestarian Laut

Laporan Terbaru Citi Ungkap Dunia Masih Kurang Perhatian Terhadap Kelestarian Laut Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Citi melalui Citi Global Perspectives & Solutions (Citi GPS) merilis laporan terbaru bertajuk Sustainable Ocean Economy yang mengkaji pentingnya lautan bagi planet ini, mengapa semua bisnis dan lembaga keuangan harus peduli terhadap kelestarian laut, serta bagaimana mengatasi ketidaksesuaian antara pentingnya menjaga kelestarian laut, namun di sisi lain, terdapat kekurangan perhatian dan investasi terhadap kelestarian laut.

Untuk melakukannya, Citi GPS mengidentifikasi penyebab utama penurunan kesehatan laut, yang dikelompokkan menjadi tiga area: eksploitasi yang berlebihan dan perubahan pemandangan laut, perubahan iklim, serta polusi.

Jason Channell, Head of Sustainable Finance dari Citi Global Insights semua memahami bahwa lautan itu penting, namun pada kenyataannya, kita mengabaikan betapa pentingnya lautan bagi kelangsungan hidup kita sebagai spesies. Baca Juga: Dukung SDGs, BNP Paribas AM Luncurkan Reksa Dana Berbasis ESG Teranyar

"Kita telah menyebabkan kerusakan pada ekosistem yang mendukung 25% dari semua kehidupan laut: populasi laut menurun hampir 50% antara tahun 1970 dan 2012; 50% karang dunia telah hilang; dan dengan panas dunia yang naik 2°C, hampir 100% terumbu karang akan hilang. Sehingga, kita akan kehilangan seperempat dari semua kehidupan di laut. Lautan sebagai ekosistem terbesar di dunia menutupi lebih dari 70% permukaan bumi, serta merupakan rumah bagi 80% dari semua kehidupan dan menghasilkan 50% oksigen bumi," ujarnya di Jakarta, Jumat (7/7/2023).

Di saat masyarakat mencurahkan banyak waktu dan energi untuk mengurangi dampak perubahan iklim, namun banyak yang tidak menyadari peran penting laut dalam dinamika ini laut menyerap 30% CO2 yang dihasilkan oleh manusia dan menangkap 90% panas yang dihasilkan dari emisi tersebut.

Terlepas dari pentingnya lautan dan ketergantungan manusia pada lautan, studi menunjukkan bahwa tanggung jawab manusia terhadap lautan masih minim. Faktanya, sekitar dua pertiga (61%) lautan berada di luar wilayah yurisdiksi nasional, yang berarti tanggung jawab dan pengawasan menjadi masalah, dan ukuran serta kedalamannya juga menjadi penghalang bagi banyak orang, menyebabkan lautan tak dikenal dan kekurangan dana.

Meski merupakan salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDG 14), lautan menerima pendanaan paling sedikit dari SDG lainnya, dengan kesenjangan pendanaan sekitar 149 miliar USD per tahun dari perkiraan pengeluaran tahunan sebesar 175 miliar USD. 

Hal ini termasuk kerangka kerja yang disusun oleh Kunming-Montreal Global Biodiversity yang menargetkan perlindungan untuk 30% lautan dunia pada tahun 2030, Perjanjian Internasional tentang Perlindungan Laut Lepas, perjanjian tentang polusi plastik, dan satuan tugas keterbukaan keuangan terkait alam, dimana laut menjadi salah satu dari empat sektornya. 

Bentuk pembiayaan baru seperti debt-for-nature-swaps dan obligasi biru menjadi peluang besar untuk memobilisasi modal yang besar. Teknologi baru juga memberikan kesempatan untuk memahami laut dengan cara baru. Industri dan ekonomi baru menawarkan potensi ekonomi yang besar. Dan semua ini sebelum kita mempertimbangkan manfaat lingkungan dari pembangunan ekonomi laut yang berkelanjutan. Baca Juga: Citi Indonesia Pastikan Akuisisi Consumer Banking oleh UOB Rampung di Semester II 2023

Laporan tersebut juga memberikan penilaian yang baru dan terperinci tentang dampak material dan pendapatan untuk industri. Di antara 48.000 perusahaan publik yang dinilai, Citi GPS menemukan bahwa 4,3 triliun dolar USD (11,7% dari total pendapatan yang dipetakan) berpotensi berisiko berdasarkan dampak material yang dipetakan oleh ENCORE pada penggunaan ekosistem laut. Jika juga mempertimbangkan pendapatan tidak langsung, berdasarkan peringkat dampak material untuk emisi gas rumah kaca (GRK) dan pemicu polusi, sekitar 27 triliun USD (63% dari total pendapatan yang dipertimbangkan) dapat berisiko tidak langsung karena kemungkinan dampak negatif pada lautan.

Laporan juga mencakup analisis geospasial untuk mengidentifikasi titik-titik potensial hilangnya modal alam laut. Disebutkan bahwa 67% perairan nasional dan 55% laut lepas di kawasan utama keanekaragaman hayati dapat terdampak oleh berbagai aktivitas ekonomi dan berisiko mengalami gangguan atau penipisan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: