Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

ICT Institute: Project S TikTok Ancam Keberlangsungan UMKM di Indonesia

ICT Institute: Project S TikTok Ancam Keberlangsungan UMKM di Indonesia Kredit Foto: Unsplash/Kon Karampelas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Platform perdagangan asing makin berambisi untuk menguasai pasar Indonesia. Belum lama ini, CEO Tiktok ShouZi Chew melakukan safari bisnis dengan berkunjung ke empat menteri Indonesia untuk menunjukan komitmen mereka dalam memasuki pasar Indonesia.

TikTok bahkan berencana investasi sebesar Rp148 triliun dalam dua hingga lima tahun mendatang. Wajar saja, Indonesia merupakan pasar terbesar untuk perdagangan online di Asia Tenggara.

Baca Juga: Rilis Layanan Streaming Musik Baru, Induk Tiktok Tutup Resso di Indonesia

Celakanya, Tiktok juga dikabarkan sedang mengembangkan Project S yang merupakan sebuah langkah untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi sendiri di China. Langkah TikTok ini sebelumnya sudah dimulai terlebih dahulu di Inggris di mana Tiktok meluncurkan fitur belanja dengan nama Trendy Beat yang menjual barang-barang yang terbukti populer di platformnya.

Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan project S ini akan mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia. "Ini yang kita takutkan di mana produk-produk luar negeri dengan mudah dijual dan masuk ke Indonesia. Karena, ini tentu akan berdampak negatif bagi UMKM di Indonesia. Jadi, memang harus ada perhatian," jelas Heru beberapa waktu lalu.

Bila pasar Indonesia diserbu barang impor, Heru mengatakan, justru yang maju adalah negara tempat barang tersebut diproduksi. Sementara, Indonesia hanya menjadi pasar dari produk-produk asing tersebut.

Terkait hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, juga mengatakan, pengaturan soal konten produk impor di e-commerce memang belum ketat, khususnya untuk e-commerce yang menerapkan praktik cross border seperti Shopee dan Lazada hingga yang menerapkan model bisnis social commerce seperti Tiktok shop.

"Masalah di Tiktok ini menunjukkan belum adanya pengaturan dan pengawasan dari pemerintah terkait jual beli menggunakan platform media sosial atau social commerce. Ada loopholes kebijakan seiring dengan naiknya tren belanja di social commerce. Untuk pasar Asia Tenggara, gross merchandise value (GMV) Tiktok shop menembus US$4,4 miliar di 2022," tukas Bhima.

Lebih lanjut Bhima mengatakan, karena bentuknya adalah jual beli secara elektronik, TikTok Shop harusnya tunduk pada aturan terkait konten lokal dalam ritel, perlindungan konsumen dan penjual. Aturan main harus adil, tidak ada bedanya berjualan live di TikTok Shop dengan platform e-commerce lainnya.

"Kalau dibiarkan social commerce menjadi fasilitas masuknya barang impor ini akan berisiko bagi pelaku usaha lokal banyak yang akan gulung tikar. Ya pemerintah harus memahami agenda Tiktok untuk jadikan indonesia penetrasi pasar barang impor. Kalaupun dalih membantu UMKM, perlu dipertanyakan apakah UMKM produsen atau hanya distributor yang akan dibantu," ungkap Bhima.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyampaikan bahwa revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) atau Permendag 50/2020 sangat dibutuhkan guna melindungi industri UMKM dalam negeri. Tidak hanya itu, revisi ini juga dapat melindungi e-commerce dalam negeri serta konsumen karena dapat memastikan produk impor tidak dapat memukul harga milik UMKM dalam negeri.

Teten menambahkan, "Kemenkop-UKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain, dan juga secara resmi sudah mengirimkan draf perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, tetapi hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgen. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya."

"Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan. Kami ingin revisi Permedag 50 segera diterbitkan. Karena revisi ini menjadi bagian dari upaya pemerintah, sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang meminta adanya perlindungan terhadap UMKM dan industri dalam negeri," tutup Teten.

Sesuai arahan Presiden, terdapat 3 (tiga) hal penting yang ingin dicapai dalam revisi Permendag tersebut, yaitu perlindungan konsumen, perlindungan produk dalam negeri; UMKM; serta perlindungan kepada platform lokal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: