Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dampak dari Pengenaan Tarif Layanan QRIS

Dampak dari Pengenaan Tarif Layanan QRIS Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan teknologi finansial (fintech) memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, salah satu contohnya adalah metode pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Secara sederhana, QRIS adalah metode pembayaran digital dengan menggunakan QR Code yang diluncurkan oleh Bank Indonesia (BI).

Baru-baru ini BI menerapkan kebijakan baru terkait metode pembayaran ini, yakni menaikkan Merchant Discount Rate (MDR) atau tarif QRIS bagi merchant usaha mikro menjadi 0,3 persen dari sebelumnya 0 persen. Kebijakan ini mulai efektif diberlakukan sejak 1 Juli 2023 lalu.

“Penyesuaian kebijakan MDR QRIS bagi merchant usaha mikro menjadi 0,3 persen, efektif sejak 1 Juli 2023,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam keterangan resmi Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, dikutip Senin (10/7/2023).

Baca Juga: Banyak Merchant Dirugikan, Bank Indonesia Bagikan Tips Jitu Cara Hindari Penyalahgunaan QRIS, Simak!

Untuk diketahui, MDR adalah tarif yang wajib dibayarkan oleh pedagang (merchant) pada bank sebagai biaya transaksi dalam penggunaan layanan QRIS. Tarif ini tidak boleh dibebankan kepada konsumen.

Alasan BI Naikkan MDR QRIS UMKM

Sebelumnya, BI menetapkan ketentuan MDR QRIS bagi merchant usaha mikro sebesar nol persen. Kebijakan tersebut berlaku hingga akhir Desember 2021 dan diperpanjang sampai 31 Desember 2022, kemudian dilonggarkan kembali sampai 30 Juni 2023. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung bangkitnya UMKM Indonesia selama masa pandemi.

Setelah UMKM mulai berangsur membaik pascapandemi, BI memutuskan untuk menerapkan kebijakan kenaikan tarif MDR QRIS. Perry menjelaskan, kenaikan MDR QRIS bagi para pelaku UMKM dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan layanan dan efisiensi bagi para pengguna QRIS yang jumlahnya terus bertambah.

“Saat ini telah mencapai masing-masing 35,80 juta dan 26,1 juta, dengan total volume transaksi sebesar 744 juga, sejalan dengan pengembangan fitur QRIS domestik dan antarnegara,” bebernya.

Sementara itu, Chief Marketing Officer LinkAja, M Rendi Nugraha mengatakan bahwa adanya transaksi elektronik menggunakan QRIS ini dapat mempermudah merchant dalam melakukan penerimaan transaksi dan mempermudah pengaturan keamanan penyimpanan dana.

“Kami melihat 0,3 persen ini selain benefit convenience (kenyamanan) yang dirasakan oleh merchant, ini juga untuk memastikan bahwa penyelenggara layanan QRIS, baik itu perbankan ataupun jasa keuangan nonbank, bisa men-deliver service (memberikan pelayanan) yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia,” jelasnya dilansir dari akun Youtube CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).

Ia membeberkan bahwa jasa keuangan, baik bank maupun nonbank, membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit dalam penyelenggaraan layanan QRIS. Oleh karena itu, dia berharap pengenaan MDR QRIS dapat menjadi sesuatu yang bisa dimengerti oleh masyarakat.

Kontra terhadap Kenaikan Tarif MDR QRIS

Ketua Umum Partai Kebangkita Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar justru menilai kebijakan pengenaan MDR QRIS sebesar 0,3 persen tersebut dapat berdampak pada merchant dan konsumen. Ia dengan tegas meminta BI untuk menunda pemberlakuan kebijakan tersebut.

“Saya minta Bank Indonesia menunda pengenaan biaya transaksi QRIS 0,3 persen untuk mikro. Kembalikan lagi seperti semula (0 persen). Kalau (kebijakan) ini tetap diberlakukan saya kira semua akan kena dampak, bukan cuma penyedia jasa, tapi pelaku usaha, UMKM, sampai konsumen juga pasti kena imbas,” ujar pria yang akrab disapa Cak Imin dalam sebuah keterangan tertulis, Senin (10/7/2023).

Ia menambahkan bahwa pemberlakukan biaya layanan QRIS ini juga dapat mendorong mundur transaksi nontunai. Padahal, transaksi nontunai memiliki efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi dibanding model transaksi tunai.

“Dampaknya juga tentu ke transaksi nontunai, padahal ini kan lebih efektif dan efisien dibanding sistem pembayaran tunai,” tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: